Minggu, 26 April 2009

SEJARAH GOOGLE

Jumat, 2009 April 03
SEJARAH GOOGLE 

Google adalah sebuah perusahaan Amerika Serikat yang paling terkenal melalui mesin pencarinya yang juga bernama Google.

Perusahaan
Google, Inc. (NASDAQ: GOOG) didirikan pada 7 September 1998 di ruang garasi rumah teman mereka di Menlo Park, California. Pada Februari 1999, perusahaan tersebut pindah ke kantor di 165 University Ave., Palo Alto, California sebelum akhirnya pindah ke "Googleplex" pada akhir tahun tersebut.


Mesin pencari
Google adalah mesin pencari di Internet yang berbasis di Amerika Serikat. Google merupakan salah satu mesin pencari paling populer di web dan menerima setidaknya 200 juta permintaan pencarian setiap hari melalui situsnya dan situs-situs web kliennya seperti American Online (AOL). Kantor pusat Google berada (di "Googleplex") di Mountain View, California.

Sejarah
Google berawal dari proyek penelitian dua mahasiswa Ph.D. Universitas Stanford, Larry Page dan Sergey Brin pada awal 1996 yang mengembangkan teori bahwa sebuah mesin pencari yang berdasarkan analisis matematika hubungan antara situs-situs web akan memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan menggunakan teknik-teknik pencarian dasar yang digunakan pada saat itu. Sistem ini pada awalnya dinamakan BackRub karena menggunakan backlink untuk memperkirakan seberapa penting sebuah situs.

Yakin bahwa halaman dengan paling banyak link menuju halaman tersebut dari halaman-halaman web relevan lainnya merupakan halaman-halaman yang paling relevan, Page dan Brin memutuskan untuk mencoba tesis mereka sebagai bagian dari studi mereka - ini menjadi fondasi bagi mesin pencari mereka. Mereka secara resmi membentuk perusahaan mereka Google Inc. pada 7 September 1998.

Google menjadi populer di antara pengguna Internet karena desainnya yang sederhana dan 'bersih' serta hasil pencariannya yang relevan. Iklan dijual berdasarkan kata kunci (keyword) sehingga mereka menjadi lebih relevan bagi para pengguna, dan iklan-iklan tersebut diharuskan menggunkan teks saja agar desain halaman tetap rapi dan loading halaman tetap cepat. Konsep penjualan iklan berdasarkan kata kunci diawali oleh Overture [1] yang dulunya bernama GoTo.com. Pada saat kebanyakan perusahaan dotcom lainnya bangkrut, Google secara diam-diam semakin memperkuat pengaruhnya dan mendapatkan laba.

Pada September 2001, mekanisme pemeringkatan Google (PageRank) diberikan hak paten Amerika. Hak paten tersebut diberikan secara resmi kepada Leland Stanford University dan mencantumkan nama Lawrence Page sebagai sang pencipta. [2]

Pada Februari 2003, Google membeli Pyra Labs, pemilik Blogger, sebuah situs web pionir dan pemimpin hosting weblog. Akuisisi ini tampak tidak konsisten dengan misi umum Google, namun langkah ini membuat Google dapat menggunakan informasi dari posting-posting blog untuk memperbaiki kecepatan dan relevansi artikel-artikel di Google News.

Pada masa puncak kejayaannya pada awal 2004, Google mengurus hampir 80 persen dari seluruh permintaan pencarian di Internet melalui situs webnya dan klien-klien seperti Yahoo!, AOL dan CNN. [3] Share Google turun sejak Yahoo! melepaskan teknologi pencarian Google pada Februari 2004 agar dapat menggunakan hasil pencarian independen mereka. 
Diposkan oleh OM GIEK di 16:15  
Reaksi:  

SEJARAH INTERNET 

Internet atau kepanjangannya dari Interconnected Network adalah sebuah sistem komunikasi global yang menghubungkan komputer-komputer dan jaringan-jaringan komputer di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis dan interaktif.

Sejarah kemunculan dan perkembangan Internet dimulai pada :


Tahun 1962

Departemen Pertahanan Amerika, U.S. Defense Advanced Research Projects Agency(DARPA) memutuskan untuk mengadakan riset tentang bagaimana caranya menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jaringan organik. Program riset ini dikenal dengan nama ARPANET, yang tak lain untuk menghindari pemusatan informasi di satu titik yang dipandang rawan untuk dihancurkan apabila terjadi peperangan. Dengan cara ini diharapkan apabila satu bagian dari jaringan terputus, maka jalur yang melalui jaringan tersebut dapat secara otomatis dipindahkan ke saluran lainnya.


Tahun 1970

Sudah lebih dari 10 komputer yang berhasil dihubungkan satu sama lain sehingga mereka bisa saling berkomunikasi dan membentuk sebuah jaringan.


Tahun 1972

Roy Tomlinson berhasil menyempurnakan program e-mail yang ia ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu mudah sehingga langsung menjadi populer. Pada tahun yang sama, icon @juga diperkenalkan sebagai lambing penting yang menunjukkan “at” atau “pada”.


Tahun 1973

Jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat. Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang menjadi anggota jaringan Arpanet. Pada tahun yang sama, dua orang ahli komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah gagasan yang lebih besar, yang menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.


Tahun 1976

Tepatnya tanggal 26 Maret 1976, merupakan hari bersejarah, ketika Ratu Inggris berhasil mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah lebih dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network.


Tahun 1979

Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, menciptakan newsgroups pertama yang diberi nama USENET.


Tahun 1981 

France Telecom menciptakan gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang bisa saling menelpon sambil berhubungan dengan video link.


Tahun 1982

Karena komputer yang membentuk jaringan semakin hari semakin banyak, maka dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun ini dibentuk Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal semua. Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan jasa jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan jasa e-mail dan newsgroup USENET.


Tahun 1984

Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, maka di tahun ini diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name System. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer lebih. Pada 1987 jumlah komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat manjadi 10.000 lebih.


Tahun 1988

Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, jumlah komputer yang saling berhubungan kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan.


Tahun 1990 

Merupakan tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau Worl Wide Web.


Tahun 1992

Komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan di tahun yang sama muncul istilah surfing the internet.


Tahun 1994

Situs internet telah tumbuh menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berubah. Di tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator 1.0.


Sedangkan Sejarah Internet sendiri di Indonesia bermula pada awal tahun 1990-an, saat itu jaringan internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network, dimana semangat kerjasama, kekeluargaan & gotong royong sangat hangat dan terasa diantara para pelakunya. Agak berbeda dengan suasana Internet Indonesia pada perkembangannya yang terasa lebih komersial dan individual di sebagian aktifitasnya terutama yang melibatkan perdagangan Internet. Dan baru bisa menikmati layanan Internet komersial pada sekitar tahun 1994.
Diposkan oleh OM GIEK di 16:09  
Reaksi:  

Sejarah Komputer 

Generasi Pertama
Dengan terjadinya Perang Dunia Kedua, negara-negara yang terlibat dalam perang tersebut berusaha mengembangkan komputer untuk mengeksploit potensi strategis yang dimiliki komputer. Hal ini meningkatkan pendanaan pengembangan komputer serta mempercepat kemajuan teknik komputer. Pada tahun 1941, Konrad Zuse, seorang insinyur Jerman membangun sebuah komputer, Z3, untuk mendesain pesawat terbang dan peluru kendali.

Pihak sekutu juga membuat kemajuan lain dalam pengembangan kekuatan komputer. Tahun 1943, pihak Inggris menyelesaikan komputer pemecah kode rahasia yang dinamakan Colossus untuk memecahkan kode-rahasia yang digunakan Jerman. Dampak pembuatan Colossus tidak terlalu mempengaruhi perkembangan industri komputer dikarenakan dua alasan. Pertama, colossus bukan merupakan komputer serbaguna (general-purpose computer), ia hanya didesain untuk memecahkan kode rahasia. Kedua, keberadaan mesin ini dijaga kerahasiaannya hingga satu dekade setelah perang berakhir.

Usaha yang dilakukan oleh pihak Amerika pada saat itu menghasilkan suatu kemajuan lain. Howard H. Aiken (1900-1973), seorang insinyur Harvard yang bekerja dengan IBM, berhasil memproduksi kalkulator elektronik untuk US Navy. Kalkulator tersebut berukuran panjang setengah lapangan bola kaki dan memiliki rentang kabel sepanjang 500 mil. The Harvd-IBM Automatic Sequence Controlled Calculator, atau Mark I, merupakan komputer relai elektronik. Ia menggunakan sinyal elektromagnetik untuk menggerakkan komponen mekanik. Mesin tersebut beropreasi dengan lambat (ia membutuhkan 3-5 detik untuk setiap perhitungan) dan tidak fleksibel (urutan kalkulasi tidak dapat diubah). Kalkulator tersebut dapat melakukan perhitungan aritmatik dasar dan persamaan yang lebih kompleks.

Perkembangan komputer lain pada masa kini adalah Electronic Numerical Integrator and Computer (ENIAC), yang dibuat oleh kerjasama antara pemerintah Amerika Serikat dan University of Pennsylvania . Terdiri dari 18.000 tabung vakum, 70.000 resistor, dan 5 juta titik solder, komputer tersebut merupakan mesin yang sangat besar yang mengkonsumsi daya sebesar 160kW.

Komputer ini dirancang oleh John Presper Eckert (1919-1995) dn John W. Mauchly (1907-1980), ENIAC merupakan komputer serbaguna (general purpose computer) yang bekerja 1000 kali lebih cepat dibandingkan Mark I.

Pada pertengahan 1940-an, John von Neumann (1903-1957) bergabung dengan tim University of Pennsylvania dalam usha membangun konsep desin komputer yang hingga 40 tahun mendatang masih dipakai dalam teknik komputer. Von Neumann mendesain Electronic Discrete Variable Automatic Computer(EDVAC) pada tahun 1945 dengan sebuh memori untuk menampung baik program ataupun data. Teknik ini memungkinkan komputer untuk berhenti pada suatu saat dan kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali. Kunci utama arsitektur von Neumann adalah unit pemrosesan sentral (CPU), yang memungkinkan seluruh fungsi komputer untuk dikoordinasikan melalui satu sumber tunggal. Tahun 1951, UNIVAC I (Universal Automatic Computer I) yang dibuat oleh Remington Rand, menjadi komputer komersial pertama yang memanfaatkan model arsitektur von Neumann tersebut.

Baik Badan Sensus Amerika Serikat dan General Electric memiliki UNIVAC. Salah satu hasil mengesankan yang dicapai oleh UNIVAC dalah keberhasilannya dalam memprediksi kemenangan Dwilight D. Eisenhower dalam pemilihan presiden tahun 1952.

Komputer Generasi pertama dikarakteristik dengan fakta bahwa instruksi operasi dibuat secara spesifik untuk suatu tugas tertentu. Setiap komputer memiliki program kode-biner yang berbeda yang disebut “bahasa mesin” (machine language). Hal ini menyebabkan komputer sulit untuk diprogram dan membatasi kecepatannya. Ciri lain komputer generasi pertama adalah penggunaan tube vakum (yang membuat komputer pada masa tersebut berukuran sangat besar) dn silinder magnetik untuk penyimpanan data.

Generasi Kedua
Pada tahun 1948, penemuan transistor sangat mempengaruhi perkembangan komputer. Transistor menggantikan tube vakum di televisi, radio, dan komputer. Akibatnya, ukuran mesin-mesin elektrik berkurang drastis.

Transistor mulai digunakan di dalam komputer mulai pada tahun 1956. Penemuan lain yang berupa pengembangan memori inti-magnetik membantu pengembangan komputer generasi kedua yang lebih kecil, lebih cepat, lebih dapat diandalkan, dan lebih hemat energi dibanding para pendahulunya. Mesin pertama yang memanfaatkan teknologi baru ini adalah superkomputer. IBM membuat superkomputer bernama Stretch, dan Sprery-Rand membuat komputer bernama LARC. Komputerkomputer ini, yang dikembangkan untuk laboratorium energi atom, dapat menangani sejumlah besar data, sebuah kemampuan yang sangat dibutuhkan oleh peneliti atom. Mesin tersebut sangat mahal dan cenderung terlalu kompleks untuk kebutuhan komputasi bisnis, sehingga membatasi kepopulerannya. Hanya ada dua LARC yang pernah dipasang dan digunakan: satu di Lawrence Radiation Labs di Livermore, California, dan yang lainnya di US Navy Research and Development Center di Washington D.C. Komputer generasi kedua menggantikan bahasa mesin dengan bahasa assembly. Bahasa assembly adalah bahasa yang menggunakan singkatan-singakatan untuk menggantikan kode biner.

Pada awal 1960-an, mulai bermunculan komputer generasi kedua yang sukses di bidang bisnis, di universitas, dan di pemerintahan. Komputer-komputer generasi kedua ini merupakan komputer yang sepenuhnya menggunakan transistor. Mereka juga memiliki komponen-komponen yang dapat diasosiasikan dengan komputer pada saat ini: printer, penyimpanan dalam disket, memory, sistem operasi, dan program.

Salah satu contoh penting komputer pada masa ini adalah IBM 1401 yang diterima secara luas di kalangan industri. Pada tahun 1965, hampir seluruh bisnis-bisnis besar menggunakan komputer generasi kedua untuk memproses informasi keuangan.

Program yang tersimpan di dalam komputer dan bahasa pemrograman yang ada di dalamnya memberikan fleksibilitas kepada komputer. Fleksibilitas ini meningkatkan kinerja dengan harga yang pantas bagi penggunaan bisnis. Dengan konsep ini, komputer dapat mencetak faktur pembelian konsumen dan kemudian menjalankan desain produk atau menghitung daftar gaji. Beberapa bahasa pemrograman mulai bermunculan pada saat itu. Bahasa pemrograman Common Business-Oriented Language (COBOL) dan Formula Translator (FORTRAN) mulai umum digunakan. Bahasa pemrograman ini menggantikan kode mesin yang rumit dengan kata-kata, kalimat, dan formula matematika yang lebih mudah dipahami oleh manusia. Hal ini memudahkan seseorang untuk memprogram dan mengatur komputer. Berbagai macam karir baru bermunculan (programmer, analyst, dan ahli sistem komputer). Industri piranti lunak juga mulai bermunculan dan berkembang pada masa komputer generasi kedua ini.

Generasi Ketiga
Walaupun transistor dalam banyak hal mengungguli tube vakum, namun transistor menghasilkan panas yang cukup besar, yang dapat berpotensi merusak bagian-bagian internal komputer. Batu kuarsa (quartz rock) menghilangkan masalah ini. Jack Kilby, seorang insinyur di Texas Instrument, mengembangkan sirkuit terintegrasi (IC : integrated circuit) di tahun 1958. IC mengkombinasikan tiga komponen elektronik dalam sebuah piringan silikon kecil yang terbuat dari pasir kuarsa. Pada ilmuwan kemudian berhasil memasukkan lebih banyak komponen-komponen ke dalam suatu chip tunggal yang disebut semikonduktor. Hasilnya, komputer menjadi semakin kecil karena komponenkomponen dapat dipadatkan dalam chip. Kemajuan komputer generasi ketiga lainnya adalah penggunaan sistem operasi (operating system) yang memungkinkan mesin untuk menjalankan berbagai program yang berbeda secara serentak dengan sebuah program utama yang memonitor dan mengkoordinasi memori komputer.

Generasi Keempat
Setelah IC, tujuan pengembangan menjadi lebih jelas: mengecilkan ukuran sirkuit dan komponenkomponen elektrik. Large Scale Integration (LSI) dapat memuat ratusan komponen dalam sebuah chip. Pada tahun 1980-an, Very Large Scale Integration (VLSI) memuat ribuan komponen dalam sebuah chip tunggal.

Ultra-Large Scale Integration (ULSI) meningkatkan jumlah tersebut menjadi jutaan. Kemampuan untuk memasang sedemikian banyak komponen dalam suatu keping yang berukurang setengah keping uang logam mendorong turunnya harga dan ukuran komputer. Hal tersebut juga meningkatkan daya kerja, efisiensi dan keterandalan komputer. Chip Intel 4004 yang dibuat pada tahun 1971 membawa kemajuan pada IC dengan meletakkan seluruh komponen dari sebuah komputer (central processing unit, memori, dan kendali input/output) dalam sebuah chip yang sangat kecil. Sebelumnya, IC dibuat untuk mengerjakan suatu tugas tertentu yang spesifik. Sekarang, sebuah mikroprosesor dapat diproduksi dan kemudian diprogram untuk memenuhi seluruh kebutuhan yang diinginkan. Tidak lama kemudian, setiap perangkat rumah tangga seperti microwave oven, televisi, dn mobil dengan electronic fuel injection dilengkapi dengan mikroprosesor.

Perkembangan yang demikian memungkinkan orang-orang biasa untuk menggunakan komputer biasa. Komputer tidak lagi menjadi dominasi perusahaan-perusahaan besar atau lembaga pemerintah. Pada pertengahan tahun 1970-an, perakit komputer menawarkan produk komputer mereka ke masyarakat umum. Komputer-komputer ini, yang disebut minikomputer, dijual dengan paket piranti lunak yang mudah digunakan oleh kalangan awam. Piranti lunak yang paling populer pada saat itu adalah program word processing dan spreadsheet. Pada awal 1980-an, video game seperti Atari 2600 menarik perhatian konsumen pada komputer rumahan yang lebih canggih dan dapat diprogram.

Pada tahun 1981, IBM memperkenalkan penggunaan Personal Computer (PC) untuk penggunaan di rumah, kantor, dan sekolah. Jumlah PC yang digunakan melonjak dari 2 juta unit di tahun 1981 menjadi 5,5 juta unit di tahun 1982. Sepuluh tahun kemudian, 65 juta PC digunakan. Komputer melanjutkan evolusinya menuju ukuran yang lebih kecil, dari komputer yang berada di atas meja (desktop computer) menjadi komputer yang dapat dimasukkan ke dalam tas (laptop), atau bahkan komputer yang dapat digenggam (palmtop).

IBM PC bersaing dengan Apple Macintosh dalam memperebutkan pasar komputer. Apple Macintosh menjadi terkenal karena mempopulerkan sistem grafis pada komputernya, sementara saingannya masih menggunakan komputer yang berbasis teks. Macintosh juga mempopulerkan penggunaan piranti mouse.

Pada masa sekarang, kita mengenal perjalanan IBM compatible dengan pemakaian CPU: IBM PC/486, Pentium, Pentium II, Pentium III, Pentium IV (Serial dari CPU buatan Intel). Juga kita kenal AMD k6, Athlon, dsb. Ini semua masuk dalam golongan komputer generasi keempat.

Seiring dengan menjamurnya penggunaan komputer di tempat kerja, cara-cara baru untuk menggali potensial terus dikembangkan. Seiring dengan bertambah kuatnya suatu komputer kecil, komputerkomputer tersebut dapat dihubungkan secara bersamaan dalam suatu jaringan untuk saling berbagi memori, piranti lunak, informasi, dan juga untuk dapat saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Komputer jaringan memungkinkan komputer tunggal untuk membentuk kerjasama elektronik untuk menyelesaikan suatu proses tugas. Dengan menggunakan perkabelan langsung (disebut juga local area network, LAN), atau kabel telepon, jaringan ini dapat berkembang menjadi sangat besar.

Generasi Kelima
Mendefinisikan komputer generasi kelima menjadi cukup sulit karena tahap ini masih sangat muda. Contoh imajinatif komputer generasi kelima adalah komputer fiksi HAL9000 dari novel karya Arthur C. Clarke berjudul 2001:Space Odyssey. HAL menampilkan seluruh fungsi yang diinginkan dari sebuah komputer generasi kelima. Dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence), HAL dapat cukup memiliki nalar untuk melakukan percapakan dengan manusia, menggunakan masukan visual, dan belajar dari pengalamannya sendiri.

Walaupun mungkin realisasi HAL9000 masih jauh dari kenyataan, banyak fungsi-fungsi yang dimilikinya sudah terwujud. Beberapa komputer dapat menerima instruksi secara lisan dan mampu meniru nalar manusia. Kemampuan untuk menterjemahkan bahasa asing juga menjadi mungkin. Fasilitas ini tampak sederhana. Namun fasilitas tersebut menjadi jauh lebih rumit dari yang diduga ketika programmer menyadari bahwa pengertia manusia sangat bergantung pada konteks dan pengertian ketimbang sekedar menterjemahkan kata-kata secara langsung.

Banyak kemajuan di bidang desain komputer dan teknologi semkain memungkinkan pembuatan komputer generasi kelima. Dua kemajuan rekayasa yang terutama adalah kemampuan pemrosesan paralel, yang akan menggantikan model non Neumann. Model non Neumann akan digantikan dengan sistem yang mampu mengkoordinasikan banyak CPU untuk bekerja secara serempak. Kemajuan lain adalah teknologi superkonduktor yang memungkinkan aliran elektrik tanpa ada hambatan apapun, yang nantinya dapat mempercepat kecepatan informasi.
Jepang adalah negara yang terkenal dalam sosialisasi jargon dan proyek komputer generasi kelima. Lembaga ICOT (Institute for new Computer Technology) juga dibentuk untuk merealisasikannya. Banyak kabar yang menyatakan bahwa proyek ini telah gagal, namun beberapa informasi lain bahwa keberhasilan proyek komputer generasi kelima ini akan membawa perubahan baru paradigma komputerisasi di dunia. Kita tunggu informasi mana yang lebih valid dan membuahkan hasil. 
Diposkan oleh OM GIEK di 15:44  
Reaksi:  

Selasa, 2009 Maret 31
Perbedaan e-learning dan konvensional 

Konvensional :

a. Pembelajaran tergantung kepada kemampuan pengajar

b. Sumber belajar terpusat di sekolah

c. Pengajar sebagai sumber ilmu

d. Belajar terkendalah masalah ekonomi, jarak, ruang dan waktu

e. Perlu sarana dan prasarana belajar yang memadai serta sdm pengajar yang memahami benar setiap ilmu yang diajarkan.

e-Learning :

a. pembelajaran tidak tergantung kepada pengajar

b. sumber belajar banyak tersedia dan mudah diakses

c. pengajar hanya sebagai mediator atau pembimbing

d. belajar dapat dilakukan kapan dan dimanapun tanpa terkendala ruang dan waktu

e. perlu kesiapan kebijakan, infrastruktur dan sdm pengguna IT.
Diposkan oleh OM GIEK di 17:13 0 komentar anda  
Reaksi:  

Manfaat Internet Sebagai Media Pendidikan 

Teknologi internet hadir sebagai media yang multifungsi. Komunikasi melalui internet dapat dilakukan secara interpesonal (misalnya e-mail dan chatting) atau secara masal, yang dikenal one to many communication (misalnya mailing list). Internet juga mampu hadir secara real time audio visual seperti pada metoda konvensional dengan adanya aplikasi teleconference.

Berdasarkan hal tersebut, maka internet sebagai media pendidikan mampu menghadapkan karakteristik yang khas, yaitu
a. sebagai media interpersonal dan massa;
b. bersifat interaktif,
c. memungkinkan komunikasi secara sinkron maupun asinkron.

Karakteristik ini memungkinkan pelajar melakukan komunikasi dengan sumber ilmu secara lebih luas bila dibandingkan dengan hanya menggunakan media konvensional.
Teknologi internet menunjang pelajar yang mengalami keterbatasan ruang dan waktu untuk tetap dapat menikmati pendidikan. Metoda talk dan chalk, ”nyantri”, ”usrah” dapat dimodifikasi dalam bentuk komunikasi melalui e-mail, mailing list, dan chatting. Mailing list dapat dianalogikan dengan ”usrah”, dimana pakar akan berdiskusi bersama anggota mailing list. Metoda ini mampu menghilangkan jarak antara pakar dengan pelajar. Suasana yang hangat dan nonformal pada mailing list ternyata menjadi cara pembelajaran yang efektif seperti pada metoda ”usrah”.

Berikut adalah beberapa manfaat penggunaan teknologi informasi :
•arus informasi tetap mengalir setiap waktu tanpa ada batasan waktu dan tempat;
•kemudahan mendapatkan resource yang lengkap,
•aktifitas pembelajaran pelajar meningkat,
•daya tampung meningkat,
•adanya standardisasi pembelajaran,
•meningkatkan learning outcomes baik kuantitas/kualitas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa internet bukanlah pengganti sistem pendidikan. Kehadiran internet lebih bersifat suplementer dan pelengkap. Metoda konvensional tetap diperlukan, hanya saja dapat dimodifikasi ke bentuk lain. Metoda talk dan chalk dimodifikasi menjadi online conference. Metoda ”nyantri” dan ”usrah” mengalami modifikasi menjadi diskusi melalui mailing list

PERMASALAHAN KORUPSI DI DAERAH DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA

PERMASALAHAN KORUPSI DI DAERAH 
DAN STRATEGI PENANGGULANGANNYA 

I. Latar Belakang 
 Tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan di era globalisasi dewasa ini sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tuntutan tersebut menjadi penting karena jika kondisi good governance dapat dicapai, maka terwujudnya negara yang bersih dan responsif (clean and responsive state), semaraknya masyarakat sipil (vibrant civil society) dan kehidupan bisnis yang bertanggungjawab (good corporate governance) niscaya tidak lagi hanya menjadi sebuah impian. 
 Terhadap tuntutan terselenggaranya good governance ini lembaga-lembaga donor internasional, seperti Bank Dunia, IMF dan ADB bahkan telah secara tegas meminta ditegakkannya paradigma good governance di negara-negara yang memperoleh bantuan dari mereka, termasuk Indonesia. Dengan demikian, bagi Indonesia, terwujudnya good governance telah menjadi suatu keharusan yang harus diupayakan. 
 Untuk dapat mewujudkan good governance sebagaimana dituntut oleh masyarakat maupun lembaga-lembaga donor internasional tersebut, salah satu unsur penting yang harus terpenuhi adalah adanya transparansi atau keterbukaan dan akuntabilitas dalam berbagai aktifitas, baik aktifitas sosial, politik maupun ekonomi. Dari sisi ekonomi, salah satu indikator adanya transparansi dan akuntabilitas tersebut adalah rendahnya tingkat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat transparansi dan akuntabilitas maka seharusnya semakin rendah pula kemungkinan terjadinya KKN. 
 Namun, pada kenyataannya, berbagai penelitian dan evaluasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga berbeda justru menunjukkan kecenderungan yang semakin memprihatinkan. Dan, umumnya, penelitian-penelitian tersebut sampai pada satu kesimpulan yang sama, yaitu bahwa “Indonesia merupakan salah satu negara paling korup di dunia”.  
 Laporan yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung, misalnya, mengungkapkan bahwa dari 1.198 kasus korupsi yang telah diperiksa sejak bulan Januari 2002 hinga bulan April 2004, kerugian yang diderita negara telah mencapai 22 triliun rupiah. Dari jumlah tersebut hanya 586 kasus yang akhirnya dapat dibawa ke pengadilan dan uang hasil kejahatannya bisa dikembalikan kepada negara. 
 Data dari Mahkamah Agung di atas didukung pula oleh hasil riset Bozz-Allen & Hamilton, sebagaimana dikutip oleh Irwan (2000), yang menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 1999 menduduki posisi paling parah dalam hal indeks good governance, indeks korupsi dan indeks efisiensi peradilan dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Besarnya indeks good governance Indonesia hanya sebesar 2,88. Angka tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Singapura (8,93), Malaysia (7,72), Thailand (4,89), dan Filipina (3,47). (Lihat Tabel 1).
 Temuan tentang rendahnya good governance di Indonesia ini pun didukung oleh studi Huther dan Shah yang menyatakan bahwa Indonesia termasuk dalam kategori negara poor governance. (Lihat Tabel). Studi Huther dan Shah tersebut melihat kualitas good governance dengan cara menghitung besarnya government quality index di masing-masing negara yang menjadi sampel, diantaranya indeks efisiensi peradilan, indeks korupsi dan indeks good governance.  







Tabel 1
Kondisi Good Governance di Asia Tenggara, 1999

Negara Indeks
 Efisiensi 
Peradilan
 Indeks 
Korupsi Indeks 
Good Governance Kategori Kualitas 
Governance
Malaysia 9,00 7,38 7,72 Baik 
Singapura 10,00 8,22 8,93 Baik 
Thailand 3,25 5,18 4,89 Cukup Baik 
Philipina 4,75 7,92 3,47 Cukup Baik 
Indonesia 2,50 2,15 2,88 Buruk
 

 Melihat data dan berbagai hasil studi di atas maka secara obyektif harus diakui bahwa kualitas governance di Indonesia masih jauh dari kategori good governance. Dari indikator efisiensi peradilan dan efisiensi birokrasi, misalnya, terlihat bahwa keduanya masih jauh dari harapan. Seringkali terdengar pencari keadilan harus berlama-lama menunggu proses penyelesaian putusan perkara mereka. Dari sisi birokrasi, terdapat kecenderungan bahwa masyarakat enggan untuk berhadapan dengan birokrasi. Masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan justru memperoleh kesulitan jika berhadapan dengan birokrasi. Proses birokrasi yang panjang dan tidak efisien menyebabkan masyarakat mencari jalan pintas dengan memberikan suap dan sebagainya.  
 Kelemahan yang paling mencolok dalam proses tercapainya good governance di Indonesia selama ini adalah tingginya tingkat korupsi yang bahkan telah merajalela di hampir seluruh lapisan masyarakat, baik di sektor publik maupun swasta dan sering pula terjadi di kedua sektor tersebut secara simultan / bersamaan. Korupsi juga telah berkembang dan mengakar di lembaga-lembaga pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat (DPR maupun DPRD), bahkan di dalam lembaga peradilan sendiri. Kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan yang seharusnya menjadi ujung tombak bagi upaya pemberantasan korupsi justru dipandang oleh banyak kalangan sebagai institusi-institusi publik yang paling korup dan paling banyak melakukan penyalahgunaan kewenangan. Dengan kata lain, korupsi telah merajalela terutama di kalangan birokrasi pada institusi publik atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen. HS. Dillon, misalnya, mengungkapkan bahwa jaksa merupakan aparat penegak hukum yang paling banyak menerima suap (51,8%), disusul oleh hakim (46,2L%), aparat-aparat lain dari kantor kejaksaan (38,8%), panitera (23,1%), pengacara (7,7%), polisi (7,7%) dan aparat-aparat penegak hukum lainnya (2,6%).  
 Uraian di atas mengindikasikan bahwa korupsi benar-benar telah menjadi permasalahan akut dan sistemik yang sangat membahayakan dan merugikan negara maupun masyarakat, terlebih di negara kecil dan berkembang seperti Indonesia. Padahal, masyarakat pada umumnya bukannya tidak menyadari bahwa korupsi telah menciderai rakyat miskin dengan terjadinya penyimpangan dana yang semestinya diperuntukkan bagi pembangunan dan kesejahteraan mereka. Korupsi juga telah mengikis kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelayanan dan kebutuhan dasar bagi rakyatnya, sehingga pemerintah tidak mampu lagi menyediakan kebutuhan pangan bagi masyarakatnya secara adil. Lebih jauh lagi, korupsi bahkan telah meruntuhkan demokrasi dan penegakan hukum, mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia, mengacaukan pasar, mengikis kualitas kehidupan dan memicu terjadinyakejahatan terorganisir, terorisme dan ancaman-ancaman lainnya terhadap keamanan masyarakat, serta menghambat masuknya bantuan dan investasi asing. Dengan kata lain, korupsi merupakan salah satu elemen yang turut memberikan kontribusi bagi terjadinya keterbelakangan dan buruknya kinerja ekonomi Indonesia, sekaligus merupakan salah satu penghambat utama bagi pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan.  

II. Permasalahan Korupsi di Daerah  
a. Faktor Penyebab Korupsi 
 Faktor penyebab korupsi yang paling signifikan di daerah adalah faktor politik dan kekuasaan, dalam arti bahwa korupsi di daerah paling banyak dilakukan oleh para pemegang kekuasaan (eksekutif maupun legislatif) yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun untuk kepentingan kelompok dan golongannya. Sekitar 85% dari kasus-kasus korupsi yang terjadi di daerah ternyata dilakukan oleh para pemegang kekuasaan, terutama di lembaga pemerintahan (eksekutif) dan lembaga legislatif. Modus yang dilakukan pun sangat beragam, mulai dari perjalanan dinas fiktif, penggelembungan dana APBD maupun cara-cara lainnya yang tujuannya untuk menguntungkan diri sendiri, kelompok maupun golongan, dengan menggunakan dan menyalahgunakan uang negara. 
 Faktor yang kedua adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan faktor politik dan kekuasaan. Alasannya pun cenderung masih konvensional, yaitu tidak seimbangnya penghasilan dengan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. 
 Faktor yang ketiga adalah nepotisme. Masih kentalnya semangat nepotisme, baik di sektor publik maupun swasta, di daerah-daerah terutama dalam penempatan posisi yang strategis tidak jarang kemudian menimbulkan penyalahgunaan kewenangan, terutama yang bersangkut paut dengan keuangan negara. 
 Faktor yang terakhir adalah faktor pengawasan. Lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, seperti BPKP maupun Bawasda terhadap penggunaan keuangan negara oleh pejabat-pejabat publik (eksekutif maupun legislatif) merupakan salah satu faktor penting yang turut menumbuh-suburkan budaya korupsi di daerah-daereah. Fungsi kontrol yang semestinya dijalankan oleh lembaga legislatif pun pada kenyataannya seringkali tidak efektif, yang disebabkan karena lembaga legislatif itu sendiri pun seringkali terlibat dalam penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara yang dilakukan oleh eksekutif.  
   
b. Masalah-Masalah Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
 UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime—Kantor PBB Untuk Masalah Obat-Obatan Terlarang dan Tindak Kejahatan) mengemukakan bahwa setidak-tidaknya ada empat kendala atau “berita buruk” (bad news) bagi upaya pemberantasan korupsi di dunia, termasuk di Indonesia dan daerah-daerah. Berita buruk yang pertama adalah kurangnya dana yang diinvestasikan pemerintah untuk program pemberantasan korupsi. Hal ini mengindikasikan rendahnya komitmen pemerintah terhadap upaya pemberantasan korupsi dan bahwa selama ini pemberantasan korupsi belum menjadi prioritas utama kebijakan pemerintah, yang mencerminkan masih lemahnya political will pemerintah bagi upaya pemberantasan korupsi. 
 Berita buruk yang kedua adalah kurangnya bantuan yang diberikan oleh negara-negara donor bagi program pemberantasan korupsi. Minimnya bantuan luar negeri ini merupakan cerminan rendahnya tingkat kepercayaan negara-negara donor terhadap komitmen dan keseriusan pemerintah di dalam melakukan pemberantasan korupsi. 
 Berita buruk yang ketiga adalah kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat-aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi. Dan, berita buruk yang keempat adalah rendahnya insentif dan gaji para pejabat publik. Insentif dan gaji yang rendah ini berpotensi mengancam profesionalisme, kapabilitas dan independensi hakim maupun aparat-aparat penegak hukum lainnya, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi.
 Selain dari keempat “berita buruk” seperti telah diuraikan di atas, keadaan di Indonesia menjadi bertambah rumit karena terjadinya perdebatan tiada henti tentang posisi dan kedudukan hukum dari kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara. Beberapa pihak berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara adalah dapat disentuh oleh hukum pidana, sehingga pejabat negara yang korup adalah dapat digugat secara hukum, baik hukum pidana maupun perdata. Sedangkan, beberapa pihak yang lain berpendirian bahwa kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara adalah tidak tersentuh oleh hukum, sehingga pejabat-pejabat negara yang korup tersebut adalah tidak dapat digugat secara hukum, baik pidana maupun perdata. Sedangkan, beberapa pihak yang lain lagi berpendapat bahwa hukum administrasi negara merupakan satu-satunya perangkat hukum yang dapat menyentuh kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh para pejabat negara. Sayangnya, perdebatan tentang permasalahan tersebut cenderung berlarut-larut tanpa dapat memberikan solusi yang efektif bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. 
 Diluar masalah-masalah di atas, ada pula beberapa hal lain yang turut menghambat upaya pemberantasan korupsi di daerah. Hambatan yang pertama berkaitan dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang menyangkut upaya pemberantasan korupsi mempunyai beberapa kelemahan yang terletak pada substansi peraturan perundang-undangan, baik dari aspek isi maupun aspek teknik pelaksanaannya, sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan dalam pemberantasan korupsi. Diantara kelemahan-kelemahan tersebut adalah: (i) tidak jelasnya pembagian kewenangan antara jaksa, polisi dan KPK dan tidak adanya prinsip pembuktian terbalik dalam kasus korupsi; (ii) lemahnya dan tidak jelasnya mekanisme perlindungan saksi, sehingga seseorang yang dianggap mengetahui bahwa ada penyelewengan di bidang keuangan tidak bersedia untuk dijadikan saksi/memberikan kesaksian. Hambatan yang kedua berkaitan dengan kurangnya transparansi lembaga eksekutif dan legislatif terhadap berbagai penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Mekanisme pemeriksaan terhadap pejabat–pejabat eksekutif dan legislatif juga terkesan sangat birokratis, terutama apabila menyangkut izin pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat yang terindikasi korupsi. Hambatan yang ketiga berkaitan dengan integritas moral aparat penegak hukum serta ketersediaan sarana dan prasarana penunjang keberhasilan mereka dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi. Hambatan yang keempat berkaitan dengan masalah kultur/budaya, dimana sebagian masyarakat telah memandang korupsi sebagai sesuatu yang lazim dilakukan secara turun-temurun, disamping masih kuatnya budaya enggan untuk menerapkan budaya malu.

III. Strategi Penanggulangan Korupsi
 Proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim), khususnya berkenaan dengan perkara korupsi di daerah-daerah dapat dikatakan telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah kasus korupsi yang dapat diungkap oleh aparat-aparat penegak hukum di daerah. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga independen yang konsen terhadap upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. 
 Namun, pengungkapan kasus korupsi ini seringkali tidak diimbangi dengan penanganan yang serius, sehingga dalam proses peradilannya penanganan kasus-kasus tersebut seringkali tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. “Ketidakseriusan” ini sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari dua hal, yaitu: (i) besarnya intervensi politik dan kekuasaan, dan (ii) relatif lemahnya moral dan integritas aparat penegak hukum. 
 Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Petter Langseth mengungkapkan bahwa setidak-tidaknya ada empat strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi intensitas korupsi di daerah, yaitu:  
1. Memutus serta merampingkan (streamlining) jaringan proses birokrasi yang bernuansa primordial di kalangan penentu kebijakan, baik itu yang berada di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, sehingga tata kerja dan penempatan pejabat pada jabatan atau posisi-posisi tertentu benar-benar dapat dilaksanakan secara akuntabel dan profesional serta dilaksanakan dengan pertimbangan profesionalisme dan integritas moral yang tinggi;
2. Menerapkan sanksi pidana yang maksimal secara tegas, adil dan konsekuen tanpa ada diskriminasi bagi para pelaku korupsi, dalam arti bahwa prinsip-prinsip negara hukum benar-benar harus diterapkan secara tegas dan konsekuen, terutama prinsip equality before the law; 


3. Para penentu kebijakan, baik di bidang pemerintahan maupun di bidang penegakan hukum harus memiliki kesamaan visi, profesionalisme, komitmen, tanggungjawab dan integritas moral yang tinggi dalam menyelesaikan kasus-kasus korupsi; dan
4. Memperjelas serta memperkuat mekanisme perlindungan saksi. 

  Selain keempat strategi yang dikemukakan oleh Langseth di atas, Dye dan Stapenhurst menambahkan bahwa perlu pula dilakukan upaya-upaya untuk memperkuat “Pillars of Integrity” yang melibatkan delapan pillars of integrity sebagai berikut: (1) lembaga eksekutif, (2) lembaga parlemen, (3) lembaga kehakiman, (4) lembaga-lembaga pengawas (watchdog agencies) , (5) media, (6) sektor swasta, (7) masyarakat sipil, dan (8) lembaga-lembaga penegakan hukum.  
 Sementara itu, dalam perspektif yang agak berbeda, Indriyanto Senoadji berpendapat bahwa untuk meminimalisasi korupsi yang telah menjadi satu permasalahan sistemik dan terstruktural yang sangat utuh terakar, kuat serta permanen sifatnya diperlukan usaha yang maksimal bagi penegakan hukum, yaitu melalui pendekatan sistem itu sendiri (systemic approach). 
 Pendekatan sistemik sebagaimana ditawarkan oleh Indriyanto Senoadji memiliki tiga lapis makna, yaitu: (1) maksimalisasi peran sistem ”Peradilan Pidana” secara luas, (2) koordinasi dan kepaduan antara aparat-aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Pengadilan, bahkan termasuk advokat), dan (3) pembenahan hukum yang meliputi struktur / legal structure, substansi / legal substance dan budaya hukum / legal culture.  
 Pada lapis makna yang pertama (maksimalisasi peran sistem peradilan pidana secara luas), pemberantasan korupsi tidak semata-mata dilakukan dengan memaksimalkan peran lembaga pengadilan sebagai suatu sub sistem. Ini terkait erat dengan lapis makna yang kedua (koordinasi dan kepaduan antar aparat penegak hukum yang meliputi Polisi, Jaksa dan Pengadilan serta advokat). Kait-mengkait antara sub-sub sistem tersebut bersifat saling pengaruh-mempengaruhi layaknya roda lokomotif yang berirama dan sistematis. Konkritnya, dibutuhkan kesamaan visi, koordinasi dan kerjasama yang baik di antara sub-sub sistem tesebut untuk dapat menghasilkan suatu upaya pemberantasan korupsi yang berhasil guna dan berdaya guna. 
 Selanjutnya, perlu pula diperhatikan lapis ketiga dari makna pendekatan sistemik, yaitu pembenahan hukum yang meliputi struktur / legal structure, substansi / legal substance dan budaya hukum / legal culture. Pembenahan struktur hukum meliputi perbaikan segala kelembagaan atau organ-organ yang menyelenggarakan peradilan, sehingga dapat meminimalisasi KKN. Dalam hal ini, birokrasi dan struktur peradilan serta pengawasan fungsi peradilan merupakan bagian-bagian yang selayaknya mendapatkan pembenahan. Selanjutnya, pembenahan substansi hukum yang dimaksudkan oleh Indriyanto Senoadji adalah menyangkut pembaharuan terhadap berbagai perangkat peraturan dan ketentuan normatif (legal reform), pola serta kehendak perilaku masyarakat yang ada dalam sistem hukum tersebut. Dalam kerangka pembenahan substansi hukum ini, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 berikut perubahan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masih memerlukan beberapa revisi sesuai dengan sifat dinamis dari tindak pidana korupsi tersebut. Revisi terhadap undang-undang tersebut antara lain berupa implementasi terhadap akseptabilitas Sistem Pembalikan Beban Pembuktian atau Reversal Burden of Proof (Omkering van Bewijslast) yang dinilai penting dan mendesak mengingat korupsi telah menjadi suatu kejahatan serius yang harus ditindaklanjuti dengan upaya sarana pemberantasan yang bersifat extra ordinary pula, antara lain melalui Sistem Pembalikan Beban Pembuktian. 
 Terakhir, pembenahan budaya hukum merupakan aspek signifikan yang melihat bagaimana masyarakat menganggap ketentuan-ketentuan sebagai civic minded (berpihak pada kepentingan masyarakat) sehingga masyarakat akan selalu taat dan sadar akan pentingnya hukum sebagai suatu regulasi umum. Hal ini terkait erat dengan persoalan etika dan moral masyarakat serta pejabat penegak hukum dalam menyikapi KKN. Masalah rendahnya moral dan budaya hukum inilah yang sangat penting dalam pembangunan hukum Indonesia, khususnya dalam kerangka pemberantasan korupsi. Terhadap hal ini, kiranya pemerintah dapat mengkampanyekan pemberantasan korupsi dengan cara memasukkan ajaran-ajaran tentang moral dan etika ke dalam sistem pendidikan nasional serta mendorong dan memobilisai murid-murid di sekolah-sekolah untuk menciptakan suatu iklim sosial sedemikian rupa dimana di dalamnya korupsi menjadi suatu hal buruk yang tidak dapat diterima. Dalam hal ini sekolah dijadikan sebagai ujung tombak yang diharapkan dapat menjangkau sejumlah besar anak. Melalui anak-anak ini lah kampanye anti korupsi diharapkan menyentuh para orang tua mereka dan akhirnya menyentuh masyarakat secara keseluruhan. Pemanfaatan media untuk memobilisasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi juga dapat menjadi bagian dari usaha ini. 
 
IV. Penutup 
  Terkait dengan berbagai strategi dan pendekatan pemberantasan korupsi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, upaya-upaya tersebut perlu pula ditunjang dengan pendekatan non-penal, yaitu dengan meningkatkan langkah-langkah kampanye anti korupsi, seperti kampanye Pemberantasan Korupsi yang disponsori oleh BAPPENAS ini. Kampanye semacam ini diperlukan dengan pendekatan antara masyarakat, pers (sebagai social power), dan institusi-institusi kenegaraan. Dikatakan sebagai institusi-institusi kenegaraan karena pada prinsipnya korupsi di Indonesia sekarang ini sudah tidak dapat lagi dikatakan sebagai persoalan eksekutif saja, melainkan sudah terkontaminasi terhadap institusi-institusi kenegaraan yang lain, baik legislatif, yudikatif, lembaga non pemerintah, maupun lembaga-lembaga kenegaraan lainnya. Dengan demikian, pendekatan sistemik yang ditunjang dengan pendekatan non-penal ini harus diartikan sebagai sikap antisipasi oleh sistem institusi kenegaraan secara komprehensif.  
 
DAFTAR PUSTAKA

Langseth, Petter., R. Stapenhurst dan J. Pope, “The Role of National Integrity System in Fighting Corruption”, EDI Working Paper, The Economic Development Institute of the World Bank, 1997  

Langseth, Petter, “Bagaimana Memerangi Langsung Praktek Korupsi”, dimuat dalam Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 1 No. 1 Januari – Maret 2000

Dye, Kenneth M. dan Stapenhurst R., “Pillars of Integrity: The Importance of Supreme Audit Institutions in Curbing Corruption”, dimuat dalam EDI Working Paper, The Economic Development Institute of the World Bank, 1998

Irwan, Alexander, “Clean Government dan Budaya Bisnis Asia”, dalam Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 1. No. 1, Januari-Maret 2000

Senoadji , Indriyanto, Korupsi dan Pembalikan Beban Pembuktian, Penerbit Konsultan Hukum Prof. Seno Adji dan Rekan, Jakarta, 2006

Tanzi, Vito, “Corruption Around The World: Causes, Consequences, Scope and Cures”, dimuat dalam IMF Working Paper, WP/98/63, Mei 1998

Asian Development Bank (ADB), Good Governance and Anticorruption: The Road Forward for Indonesia”, makalah dipresentasikan dalam Pertemuan Puncak CGI ke Delapan di Paris, 27-28 Juni 1999

Huther, Jeff, dan A.Shah, “Applying a Simple Measure of Good Governance to the Debate on Fiscal Decentralization”, dalam World Bank Policy Research Working Papers, Washington, Maret 1998

Dillon, H.S. Partnership for Government Reform: Facilitating Government Reform in the Indonesian Judiciary and Public Prosecution, makalah dibacakan dalam Seminar Nasional “Menuju Good Governance dan Clean Government Melalui Peningkatan Integritas Sektor Publik dan Swasta (Dalam Semangat Konvensi PBB Menentang Korupsi, Jakarta, 14-15 September 2004

Achwan, Rochman, “Good Governance:Manifesto Politik Abad ke-21”, Kompas, 28 Juni 2000

Hamzah, Andi, Kendala Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Kompas, 25 Mei 2004

Pengungsi Rohingya

Thailand Setuju Usul RI soal Pengungsi Rohingya
Selasa, 10 Februari 2009 | 05:09 WIB (kompas.com)
JAKARTA, RABU — Thailand menyatakan setuju terhadap usulan Indonesia untuk menjalankan mekanisme `Bali Process`—forum pertemuan tingkat menteri membahas manusia perahu dan perdagangan manusia—dalam menyelesaikan masalah gelombang manusia perahu Rohingya.Sementara itu, Thailand juga berjanji akan segera mengungkapkan secara terbuka hasil investigasi tentang laporan-laporan penyiksaan oleh pihak berwenang Thailand terhadap pengungsi Rohingya.
Kesepakatan tersebut terungkap dalam pertemuan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya dan Menlu Hassan Wirajuda di Gedung Pancasila-Deplu, Jakarta, Rabu (11/2)."Kita akan melakukan kembali Bali Process. Jadi, kita akan bekerja sama dalam konteks tersebut, yaitu antara negara-negara terkait dan organisasi-organisasi internasional seperti UNHCR," kata Menlu Kasit kepada pers seusai pertemuan tersebut.
Di tempat yang sama, Menlu Hassan Wirajuda menambahkan bahwa Thailand dan Indonesia akan menyelesaikan masalah manusia perahu asal etnis Rohingya dengan melibatkan negara asal, negara transit, dan negara tujuan melalui Bali Process. "Kita sedang mencocokkan jadwal waktunya, tetapi melalui Bali Process ini kita harapkan kita dapat solusi yang baik bagi situasi kehadiran manusia perahu dari Rohingya," kata Hassan. Sementara itu, ketika diminta komentarnya soal laporan-laporan yang menyebutkan bahwa tentara Thailand melakukan penyiksaan terhadap warga Rohingya, Menlu Kasit mengatakan, pihaknya masih mencari kebenaran laporan tersebut. "Hal ini masih kita selidiki. Tapi sejauh ini, Angkatan Laut Thailand menjamin bahwa tidak ada perlakuan seperti itu (kekerasan) yang terjadi," ujarnya. Ia menyatakan, investigasi tentang kemungkinan terjadinya kekerasan tersebut sedang dilakukan oleh dua pihak, yaitu Pemerintah Thailand dan komisi hak asasi manusia Thailand. "Kami akan mengetahui hal yang sebenarnya sesegera mungkin," kata Kasit. Indonesia dan Thailand adalah negara-negara yang terkena imbas gelombang manusia perahu Rohingya, etnis minoritas Muslim di Myanmar, yang meninggalkan Myanmar dan Bangladesh beberapa minggu belakangan ini.
Baik Indonesia maupun Thailand tidak mengakui para manusia perahu tersebut sebagai pencari suaka politik karena, menurut kesimpulan mereka, keberangkatan para manusia perahu Rohingya dari negara asal lebih bermotifkan aspek ekonomi. Karena itu, Indonesia dan Thailand masing-masing akan memulangkan para manusia perahu Rohingya ke tempat asal mereka. Indonesia saat ini telah menampung 391 manusia perahu Rohingya yang tiba di perairan Sumatera melalui dua gelombang, yaitu pada 7 Januari 2009 (193 orang, ditampung sementara di Pulau Weh, Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam) dan 3 Februari 2009 (198 orang, ditampung sementara di Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur, NAD). Thailand, sementara itu, dilaporkan oleh banyak media internasional telah melakukan penyiksaan terhadap para manusia perahu Rohingya yang berniat mengungsi ke Thailand. Laporan penyiksaan itu juga diungkapkan oleh sejumlah pengungsi Rohingya yang akhirnya tiba di Indonesia. Mereka mengatakan diperlakukan sewenang-wenang oleh tentara Thailand, termasuk dipukuli dan perahu mereka yang mulai menepi ke tanah Thailand didorong ke laut oleh pihak berwenang. Melalui Hassan Wirajuda pada Jumat lalu, Indonesia meminta negara-negara terkait untuk "menghentikan atau mengurangi alasan yang menyebabkan terjadinya arus pengungsi ke negara lain".
"RI meminta negara asal menghentikan arus manusia perahu dan mengurangi alasan agar pengungsi pergi ke negara lain. Juga menghentikan pelanggaran HAM dan perlakuan buruk atas minoritas dan menghentikan penganiayaan fisik dan menghentikan mendorong mereka ke laut," kata Hassan pekan lalu.
Menlu Kasit Piromya menyiratkan bahwa tidak tertutup kemungkinan masalah manusia perahu akan dibahas pada konferensi tingkat tinggi ASEAN yang akan dilangsungkan di Hua Hin, Thailand, pada akhir Februari mendatang.
"Mungkin di sela-sela (KTT). Tapi saya rasa, karena kita punya Bali Process, kita akan membahasnya secara formal di Bali Process. Mudah-mudahan pertemuan itu (Bali Process) akan segera dilangsungkan, mungkin akhir Maret atau pada bulan April," kata Kasit. Selain membahas masalah manusia perahu Rohingya, menurut Menlu Kasit, dirinya dan Menlu Hassan juga membahas berbagai isu bilateral serta kerja sama dalam pembentukan masyarakat ASEAN.




BANDA ACEH, SENIN - Pemerintah pusat diminta memerhatikan keterbatasan pendanaan yang dimiliki pemerintah daerah dalam menangani ratusan orang Rohingya asal Myanmar dan Banglades. Opsi yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri RI untuk memberikan status pengungsi kepada ratusan pengungsi asal dua negara tersebut tentunya akan berdampak kepada kemampuan pendanaan pemerintah daerah.
 Wali Kota Sabang Munawar Liza Zein dan Asisten III Bidang Kesejahteraan Sosial Pemerintah Kabupaten Aceh Timur Abdul Munir ketika dihubungi secara terpisah dari Banda Aceh, Senin (9/2), mengakui, sejauh ini belum ada pembicaraan soal bantuan dana dari pemerintah pusat. ”Sekarang semua pendanaan berasal dari pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat, terutama berasal dari luar negeri,” kata Munawar Liza.
Dia mengatakan, meski sudah hampir satu bulan orang-orang Rohingya berada di Sabang, belum ada sinyalemen positif dari pemerintah pusat tentang pendanaan.
Menurut Munawar Liza, konsekuensi dari adanya pemberian status pengungsi membuat waktu tinggal mereka lebih lama. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan hidup bagi para pengungsi akan lebih lama dan banyak, termasuk kebutuhan orang-orang yang mengurusi pengungsi. Dia mengaku saat ini sudah mulai kesulitan mendanai pembelian berbagai bahan makanan bagi orang-orang Rohingya. Untungnya, beberapa lembaga kemanusiaan mau membantu menangani masalah itu. Tidak adanya pembicaraan mengenai pendanaan juga diakui oleh Abdul Munir. Camat Idi Rayeuk Irfan Kamal mengatakan, setidaknya dalam satu hari dapur umum posko penampungan sementara membutuhkan 200 kilogram beras, puluhan kilogram ikan, dan buah-buahan untuk ratusan orang Rohingya dan pengurus posko. Selain itu, kebutuhan sandang sebagian besar berasal dari sumbangan masyarakat yang tinggal di sekitar posko penampungan sementara. 








Jumat, 6 Februari 2009 | 02:08 WIB
JAKARTA, JUMAT - Pemerintah Indonesia perlu menyelidiki apakah suku minoritas Rohingya asal Myanmar yang terdampar di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam baru-baru ini, merupakan pengungsi murni. Ada kemungkinan mereka sekadar orang-orang yang ingin menjadikan Indonesia sebagai batu loncatan menuju Australia untuk mencari pekerjaan Demikian dikatakan oleh tokoh pers Indonesia Abdulah Alamudi, yang juga mantan wartawan BBC di London di sela-sela Australian Alumni Award 2009 di Kediaman Duta Besar Australia untuk Indonesia Bill Farmer, Jakarta, Kamis (5/2) malam. "Ada sejumlah orang di Indonesia, yang karena pertimbangan uang, bersedia menyeberangkan mereka ke Australia. Biasanya, mereka melakukan itu karena tidak mengerti hukum," ujarnya. Abdulah melanjutkan, jika nanti ratusan pengungsi ilegal tersebut harus dipulangkan ke negara asalnya, pihak yang melakukan hal tersebut adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bukan pemerintah Indonesia. Sebelumnya, Amnesti Internasional melaporkan, suku minoritas tersebut terus-menerus didera penderitaan dan hak asasi mereka dicabut oleh junta militer yang mulai bercokol di Myanmar sejak tahun 1978. Sejak itu, tak kurang dari 200.000 orang Rohingya telah mengungsi ke Banglades. Bahkan junta militer menyatakan bahwa suku Rohingya bukan termasuk salah satu dari 100 ras nasional yang menyatu menjadi Uni Myanmar. Padahal, mereka telah berada di wilayah Myanmar sejak abad ke-7.












Analisa
Muslim Rohingya mengungsi ke Indonesia dengan kapal setelah mereka disiksa dan diusir tentara Thailand tanpa motor, tanpa layar, dan tanpa bekal. Mereka mengaku mengungsi karena dipaksa menjadi penganut Buddha, jika tidak jari mereka akan dipotong oleh rezim militer Myanmar.
Negara-negara ASEAN diharapkan tidak mengusir orang Rohingya yang berasal dari Myanmar dan mengembalikannya ke negara asal mereka, sebab apabila mereka kembali ke Myanmar, orang-orang ini akan kembali mendapat perlakuan yang kejam dari rezim pemerintah militer Myanmar
. Saat ini, sekitar 300 orang Rohingya yang terdampar di Indonesia dan mereka ditampung di Aceh memerlukan sejumlah bantuan seperti obat-obatan, makanan, dan pakaian. Mereka membutuhkan uluran bantuan, 
Pemerintah Indonesia diharapkan tak membiarkan mereka terkatung-katung nasibnya apalagi Indonesia pernah berhasil dalam menangani pengungsi Vietnam,. 

Jumat, 24 April 2009

URUTAN-URUTAN DALAM MENYUSUN BERKAS PERKARA PERDATA BENDEL A

URUTAN-URUTAN DALAM MENYUSUN
BERKAS PERKARA PERDATA BENDEL A.
( Arsip Pengadilan Negeri )





1. SURAT GUGATAN PENGGUGAT / SURAT PERMOHONAN PEMOHON ;
2. PENETAPAN PENUNJUKAN ( MAJELIS / HAKIM) ;
3. PENETAPAN HARI SIDANG ;
4. RELAAS PANGGILAN ;
5. BERITA ACARA SIDANG ( JAWABAN / REPLIK / DUPLIK dari Pihak-pihak dimasukkan dalam kesatuan Berita Acara ) ;
6. SURAT KUASA DARI KEDUA BELAH PIHAK (BILA MEMAKAI KUASA) ;
7. PENETAPAN SITA JAMINAN ( BILA ADA ) ;
8. BERITA ACARA SITA JAMINAN ( BILA ADA ) ;
9. BERITA ACARA EKSEKUSI ( BILA ADA ) ;
10. LAMPIRAN –LAMPIRAN SURAT – SURAT YANG DIMAJUKAN OLEH PARA PIHAK ( BILA ADA ) ;
11. SURAT – SURAT BUKTI PENGGUGAT ( DIPERINCI ) ;
12. SURAT – SURAT BUKTI TERGUGAT ( DIPERINCI );
13. TANGGAPAN BUKTI – BUKTI TERGUGAT DARI PENGGUGAT ( BILA ADA ) ;
14. TANGGAPAN BUKTI – BUKTI PENGGUGAT DARI TERGUGAT ( BILA ADA ) ;
15. BERITA ACARA PEMERIKSAAN SETEMPAT ( BILA ADA ) ;
16. GAMBAR SITUASI ( BILA ADA ) ;
17. SURAT – SURAT LAINNYA ( BILA ADA ) ;

Penetapan Perintah Penahanan dari Hakim Pengadilan Negeri (Pasal 26 ayat(1) KUHAP)

  Model : 03/Pid/PN
  Penetapan Perintah Penahanan dari Hakim
  Pengadilan Negeri (Pasal 26 ayat(1) KUHAP)

P E N E T A P A N
Nomor :162/126/Pen.Pid/2006/PN.Kray.

 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar ;
 Membaca berkas perkara pidana No126/Pid.B/2006/PN.Kray.atas terdakwa I:

  Nama lengkap : JOKO MARWOSO bin SUTOKO
  Tempat lahir : Karanganyar. 
  Umur/tgl.lahir : 50 tahun./ 13 Februari 1956.
  Jenis kelamin : Laki-laki.
  Kebangsaan : Indonesia.
  Tempat tinggal : Dukuh Papahan Rt .02 Rw.03, Desa Papahan 
  Kecamatan Tasikmadu KabupatenKaranganyar
  Agama : Islam.
  Pekerjaan : Swasta 
Telah ditahan berdasarkan Surat Perintah / Penetapan Penahanan :
1 Penyidik tanggal 03 Oktober 2006 No.Pol.SP.Han/163/X/2006/Reskrim, sejak tanggal 03 Oktober 2006 s/d tanggal 22 Oktober 2006 ;
2 Perpanjangan oleh Penuntut Umum tanggal 16 Oktober 2006 Nomor : 68/RT.2/Epp.2/10/2006, sejak tanggal 23 Oktober 2006 s/d.tanggal 1 Desember 2006 ;
3 Penuntut Umum tanggal 14 Nopember 2006 No.PRIN-675 / 0.3.33 / Ep.2 / 11 / 2006, sejak tanggal 14 Nopember 2006 s/d tanggal 03 Desember 2006 ;
4 Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar tanggal --- No. – sejak tanggal ------ s/d tanggal ---- ;

Menimbang, bahwa Terdakwa I telah didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam : Primair: pasal 303 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 2 ayat (1) UU No.7 tahun.1974 , Subsidiair pasal 303 bis ayat (1) ke-2 KUHP jo pasal 2 ayat (2) UU No.7 tahun 1974 ;
Menimbang, bahwa guna kepentingan pemeriksaan dipandang perlu untuk mengeluarkan surat perintah penahanan ini terhadap terdakwa tersebut diatas ;

Mengingat, Pasal 26 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (4) KUHAP (UU.No.8 tahun 1981)
M E N E T A P K A N :

Memerintahkan untuk melakukan penahanan atas terdakwa I : JOKO MARWOSO bin SUTOKO tersebut dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal 21 Nopember 2006 s/d tanggal 20 Desember 2006 ;

Memerintahkan agar tembusan penetapan ini selekas mungkin disampaikan pada terdakwa I dan keluarganya.

  Ditetapkan di : Karanganyar.
  Pada tanggal : 21 Nopember 2006. HAKIM PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR



  SUTRIADI YAHYA, SH 
  NIP.040 047 608  
Tembusan :  
1 Tersangka.
2 Keluarga Tersangka.
3 Kepala Rumah Tahanan Negara di Surakarta.




Model : 04/Pid/PN
  Penetapan Perpanjangan Penahanan oleh Ketua
Pengadilan Negeri setelah mendengar pendapat 
  Hakim Pengadilan Negeri ( Pasal 26 ayat (2) 
  KUHAP)
P E N E T A P A N
Nomor : 157/118/Pen.Pid/2006/PN.Kray.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar ;
 Membaca berkas perkara pidana No.118/Pid.B/2006/PN.Kray.atas terdakwa :

Nama lengkap : LILI SUMIRAT SUBASMAN Bin SUBASMAN 
  SUKIRMAN (alm).
 Tempat lahir : Jakarta. 
 Umur/tgl.lahir : 26 tahun/12 April 1980.
 Jenis kelamin : Laki-laki.
 Kebangsaan : Indonesia.
Tempat tinggal : Dukuh Jongkang Rt.07 Rw.05 Desa Buran, 
  Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar ; 
 Agama : Islam.
 Pekerjaan : Sales PT. Gunung Subur. 
Telah ditahan berdasarkan Surat Perintah / Penetapan Penahanan :
1. Penyidik tanggal 2 September 2006 No.Pol.SP.Han/146/IX/2006/Reskrim, sejak tanggal 2 September 2006 s/d tanggal 21 September 2006 ;
2. Perpanjangan oleh Penuntut Umum tanggal 13 September 2006 Nomor : 68/RT.2/Epp.1/9/2006, sejak tanggal 22 September 2006 s/d. tanggal 31 Oktober 2006 ;
3. Penuntut Umum tanggal 11 Oktober 2006 No.PRIN-643/ 0.3.33 / Ep.1 / 10 / 2006, sejak tanggal 11 Oktober 2006 s/d tanggal 30 Oktober 2006 ;
4. Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar tanggal 19 Oktober 2006 No.157/118/Pen.Pid/2006/PN.Kray.sejak tanggal 19 Oktober 2006 s/d tanggal 17 Nopember 2006 ;

Ternyata bahwa pemeriksaan belum selesai ;

Menimbang : a) bahwa ternyata pemeriksaan belum selesai ;
  b) bahwa guna kepentingan pemeriksaan dipandang perlu untuk 
  memperpanjang waktu penahanan terdakwa tersebut paling 
  lama 60 (enam puluh) hari ; 
Mengingat, Pasal 26 ayat (2) jo. Pasal 21 ayat (4) KUHAP (UU.No.8 tahun 1981)
M E N E T A P K A N :

Memperpanjang waktu penahanan atas terdakwa : LILI SUMIRAT SUBASMAN Bin SUBASMAN SUKIRMAN (alm).tersebut dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal 18 Nopember 2006 s/d tanggal 16 Januari 2007.

Memerintahkan agar tembusan penetapan ini selekas mungkin disampaikan pada terdakwa dan keluarganya.

  Ditetapkan di Karanganyar.
  Pada tanggal 09 Nopember 2006. KETUA PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR



  SUTRIADI YAHYA, SH.  
   
Tembusan :  
1. Tersangka.
2. Keluarga Tersangka.
3. Kepala Rumah Tahanan Negara di Surakarta

  Model : 43/Pid/PN.
  Penetapan Hakim Pengadilan Negeri
  Mengenai Hari Sidang.
  ( Pasal 152 KUHAP )

P E N E T A P A N 
Nomor : 126/Pen.Pid/2006/PN.Kray.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Hakim pada Pengadilan Negeri Karanganyar ;
Membaca surat : 1.Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar tanggal 21 Nopember 2006 Nomor : 126/Pen.Pid/2006/PN.Kray. tentang Penunjukkan Hakim Majelis untuk memeriksa dan mengadili perkara para terdakwa : JOKO MARWOSO bin SUTOKO, Dkk
  2.Pelimpahan perkara dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri di Karanganyar tanggal 21 Nopember 2006 Nomor : B-127/0.3.33/Ep.2/11/2006 atas perkara para terdakwa JOKO MARWOSO bin SUTOKO, Dkk Register Perkara Nomor : PDM-46/KNYAR/Ep.2/1106 Tanggal 21 Nopember 2006.
Mengingat, Pasal 152 KUHAP ( UU. No.8 Tahun 1981 )
M E N E T A P K A N :
1. Menentukan hari sidang pada hari : ………………… , tanggal ……………. 2006 Jam 09.00 WIB ;
2. Memerintahkan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri di Karanganyar untuk menghadapkan para terdakwa JOKO MARWOSO bin SUTOKO, Dkk berikut saksi-saksinya dengan membawa serta barang buktinya ;

  Ditetapkan di : Karanganyar.
  Pada tanggal 22 Nopember 2006.
  Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar,


  SUTRIADI YAHYA, SH 
  NIP.040 047 608  

BERITA ACARA TEGURAN (SOMASI)

   

BERITA ACARA TEGURAN (SOMASI)
Nomor :14/Pdt.SOM/2006/PN.Kray

   
  Pada hari ini SELASA, tanggal 14 Nopember 2006, kami ; ROEDY SUHARSO,SH. Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar, atas permintaan dari PT.BANK BOKOPIN Alamat JL.Slamet Riyadi No.183 Surakarta.memberikan tegoran (SOMASI) kepada : 
   
PURNANI
Alamat : Jl.Tawangmangu Matesih Km.2 Desa Sepanjang Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.
Sebagai ........TERMOHON SOMASI.

Agar ia dalam tenggang waktu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku yaitu selama 8 (delapan) hari terhitung mulai tanggal 14 Nopember 2006 sampai dengan tanggal 22 Nopember 2006 segera menyelesaikan kewajibannya / membayar hutangnya kepada PT.BANK BUKOPIN,Tbk.Surakarta tersebut sebagai Pemohon Somasi, dengan perincian sebagai berikut : 

 Penghitungan Kredit per pengambilan 8 Juli 2003
  
a). Pokok kredit sebesar : Rp.46.794.092,31.
  b). Tunggakan Bunga. : Rp. 5.596.394,00.
  c). Denda Tunggakan : Rp. 2.276.895,00. +  
  Jumlah : Rp.54.667.381,31.

 Demikian Berita Acara Tegoran ( SOMASI ) ini dibuat yang ditandatangani oleh Hakim tersebut dan Para Pihak, dengan dibantu oleh Panitera / Wakil Panitera Pengadilan Negeri Karanganyar.

Panitera/Wakil Panitera, Hakim tsb.




   
R. W I D O D O, SH. ROEDY SUHARSO, SH.  


Termohon Somasi Pemohon Somasi / kuasa




PURNANI PT. BANK BUKOPIN,Tbk.

   



   

















BERITA ACARA TEGURAN (SOMASI)
Nomor :15/Pdt.SOM/2006/PN.Kray

   
  Pada hari ini RABU, tanggal 27 September 2006, kami : WURYANTA, SH. Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar, atas permintaan dari PT.BPR LAWU ARTHA, Alamat JL.LAWU No.161 Karanganyar dengan surat tertanggal 4 September 2006 Nomor :3228-KU/BPR telah memberikan tegoran (SOMASI) kepada :
   
 1. G I Y A T N O.
Alamat : Ds Karanganyar RT.02 RW.03 Kelurahan Karangbangun Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar.
Sebagai ........TERMOHON SOMASI.

 2. Ny.GIYATNA SRI LESTARI alias SRI LESTARI.
Alamat : Ds Karanganyar RT.02 RW.03 Kelurahan Karangbangun Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar.
Sebagai ..........TURUT TERMOHON SOMASI

Agar mereka dalam tenggang waktu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku yaitu selama 8 (delapan) hari terhitung mulai tanggal 27 September 2006 sampai dengan tanggal 04 Oktober 2006 segera menyelesaikan kewajibannya / membayar hutangnya kepada PT.BPR LAWU ARTHA tersebut sebagai Pemohon Somasi, dengan perincian sebagai berikut : 

- Penghitungan Kredit per pengambilan 16 Pebruari 2006.
  a). Pokok sebesar : Rp.6.000.000,00.
  b). Pokok telah terangsur : Rp. 0 -
  c). Sisa pokok : Rp.6.000.000,00.

- Perhitungan tunggakan angsuran sampai dengan September 2006 terdiri  
  dan berjumlah :
  a). Pokok Pinjaman : Rp.1.050.000,00.
  b). Bunga : Rp. 735.000,00.
  c). Denda :
  - Maret s/d. Mei 2006 = 3XRp.60.000,00. : Rp. 180.000,00.
  - Juni s/d. Agt 2006 = 3XRp.180.000,00. : Rp. 540.000,00.
  d). Biaya Somasi : Rp. 500.000,00.
  e). Biaya Administrasi : Rp. 250.000,00. +
  J u m l a h : Rp.3.255.000,00.
  Catatan : Bunga jalan dari bulan Oktober 2006 s/d. jatuh tempo belum 
  diperhitungkan. 

 Demikian Berita Acara Tegoran ( SOMASI ) ini dibuat yang ditandatangani oleh Hakim tersebut dan Para Pihak, dengan dibantu oleh Panitera / Wakil Panitera Pengadilan Negeri Karanganyar.

Panitera/Wakil Panitera, Hakim tsb.




  W U R Y A N T A, SH.
Termohon Somasi  



1. G I Y A T N O.
  Pemohon Somasi/kuasa

  Turut Termohon Somasi : PT. BPR. LAWU ARTHA



1. Ny.GIYATNA SRI LESTARI alias
  SRI LESTARI.
  NUNING INDRIYATI, SE



  BERITA ACARA TEGURAN (SOMASI)
Nomor :10/Pdt.SOM/2006/PN.Kray

   
  Pada hari ini SENIN, tanggal 22 Mei 2006,kami Ketua/Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar,atas permintaan dari PT.BPR LAWU ARTHA, Alamat Jl.Lawu No.161 Karanganyar dengan suratnya tertanggal 06 Mei 2006 Nomor : 2996-KU/BPR telah memberikan tegoran (SOMASI) kepada :

  S U W A R T I
Bertempat tinggal di Dukuh Nayan RT.01/07 Desa Nangsri Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar;
Sebagai Termohon Somasi

LARTO GIMIN;
Bertempat tinggal di Dukuh Soko RT.05/02 Desa Sokosari Kecamatan Jumantono Kabupaten Karanganyar;
Sebagai Turut Termohon Somasi.

Agar mereka dalam tenggang waktu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku yaitu selama 8 (delapan) hari terhitung mulai tanggal 23 Mei 2006 sampai dengan tanggal 30 Mei 2006 segera menyelesaikan kewajibannya / membayar hutangnya kepada PT.BPR LAWU ARTHA tersebut sebagai Pemohon Somasi, dengan perincian sebagai berikut : 

Perhitungan kredit per pengambilan 12 Mei 2004 :
- Sisa Pokok Pinjaman Rp. 3.070.000,00.
- Bunga Pinjaman belum terbayar Rp. 2.250.000,00.
- DENDA : 
- Maret s/d Mei 2004 3 X 50.000 Rp. 150.000,00.
- Agust s/d Sept 2004 2 X 143.100 Rp. 286.200,00.
- Nop 2004 s/d Juni 2005 8 X 128.100 Rp. 1.024.800,00.
- Agust 2005 s/d Nop 2005 4 X 98.100 Rp. 392.400,00.
- Jan 2006 s/d April 2006 4 X 92.100 Rp. 368.400,00.
- Biaya APHT Rp. 225.000,00.
- Biaya Somasi Rp. 500.000,00.
- Biaya Administrasi Rp. 250.000,00. +
  J u m l a h Rp. 8.516.800,00.

 Demikian Berita Acara Tegoran ( SOMASI ) ini dibuat yang ditandatangani oleh Ketua / Hakim dan Para Pihak, dengan dibantu oleh Panitera / Wakil Panitera Pengadilan Negeri Karanganyar.

 Panitera/Wakil Panitera, Ketua / Hakim tsb.



 R. W I D O D O , SH. ROEDY SUHARSO, SH




Termohon Somasi / Turut Termohon Somasi :


1. S U W A R T I
  Pemohon Somasi/kuasa
  PT.BPR. LAWU ARTHA


2. LARTO GIMIN; NUNING INDRIYATI, SE  


   
   
   

   
BERITA ACARA TEGURAN (SOMASI)
Nomor :12/Pdt.SOM/2006/PN.Kray

   
  Pada hari ini SENIN, tanggal 24 Juli 2006, kami Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar,atas permintaan dari PT.BPR LAWU ARTHA,Alamat JL.LAWUNo.161
Karanganyar dengan surat tertanggal 29 Juni 2006 Nomor :3122-KU/PB telah memberikan tegoran (SOMASI) kepada :
   
1.SURATMAN alias DARSO SURATMAN
beralamat di Dk. Sidoharjo Rt.03 Rw.10 Kel. Sambi
Kecamatan Sambirejo Kabupaten sragen 
  Sebagai..............TERMOHON SOMASI.
2.S U M I
beralamat di Dk.Sidoharjo Rt.03 Rw.10 Kel. Sambi
Kecamatan Sambirejo Kabupaten sragen 
Sebagai ........TURUT TERMOHON SOMASI
   
Agar mereka dalam tenggang waktu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku yaitu selama 8 (delapan) hari terhitung mulai tanggal 25 Juli 2006 sampai dengan tanggal 01 Agustus 2006 segera menyelesaikan kewajibannya / membayar hutangnya kepada PT.BPR LAWU ARTHA tersebut sebagai Pemohon Somasi, dengan perincian sebagai berikut : 

a. Sisa Pokok Pinjaman Rp. 5.500.000.
b. Bunga Pinjaman belum terbayar. Rp. 2.100.000.
c. Denda :
- Desember 2003 = 1X60.000. Rp. 60.000.
- Pebruari s/d Maret 2004 = 2X60.000. Rp. 120.000.
- April 2004 = 1X180.000. Rp. 180.000.
- Juni 2004 s/d Juni 2006 = 25X165.000. Rp. 4.125.000.
d. Biaya Somasi. Rp. 500.000.
e. Biaya Administrasi RP. 250.000.
  J u m l a h Rp.12.835.000. (Dua belas juta delapan ratus tiga puluh lima ribu rupiah).  

 Demikian Berita Acara Tegoran ( SOMASI ) ini dibuat yang ditandatangani oleh Ketua / Hakim dan Para Pihak, dengan dibantu oleh Panitera / Wakil Panitera Pengadilan Negeri Karanganyar.

Panitera/Wakil Panitera, Ketua / Hakim tsb.

   
Termohon Somasi :

1.SURATMAN alias DARSO SURATMAN
  Pemohon Somasi/kuasa

  PT. BPR. LAWU ARTHA
2. S U M I















BERITA ACARA TEGURAN (SOMASI)
Nomor :13/Pdt.SOM/2006/PN.Kray

   
  Pada hari ini SENIN, tanggal 24 Juli 2006, kami Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar,atas permintaan dari PT.BPR LAWU ARTHA,Alamat JL.LAWUNo.161 Karangpandan Karanganyar, dengan surat tertanggal 29 Juni 2006 Nomor :3122-KU/PB telah memberikan Tegoran (SOMASI) kepada :
   
1. MARZUKI 
  2. RAKINEM
Keduanya beralamat di Dk.Tawangsari Rt.04 Rw.12 Desa Sambi Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Sebagai.........TERMOHON SOMASI I dan II
  3. SUKINEM
  Alamat Dk. Tawangsari Desa sambi Kecamatan  
  Sambirejo Kabupaten Sragen.
  Sebagai ........TURUT TERMOHON SOMASI
   
Agar mereka dalam tenggang waktu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku yaitu selama 8 (delapan) hari terhitung mulai tanggal 25 Juli 2006 sampai dengan tanggal 01 Agustus 2006 segera menyelesaikan kewajibannya / membayar hutangnya kepada PT.BPR LAWU ARTHA tersebut sebagai Pemohon Somasi, dengan perincian sebagai berikut : 

a. Sisa Pokok Pinjaman Rp. 2.366.000.
b. Bunga Pinjaman belum terbayar. Rp. 1.260.000.
c. Denda :
- Desember 2003 = 1X36.000. Rp. 36.000.
- Pebruari s/d Maret 2004 = 2X36.000. Rp. 72.000.
- April 2004 = 1X108.000. Rp. 108.000.
- Juni 2004 s/d Des 2004 = 7X108.000. Rp. 756.000.
- Pebruari 2005 = 1X90.000. Rp. 90.000.
- Mei 2005 s/d Juni 2006 = 14X70.980. Rp. 993.720.  
d. Biaya Somasi. Rp. 500.000.
e. Biaya Administrasi RP. 250.000.
  J u m l a h Rp. 6.431.720 (Enam juta empat ratus tiga puluh satu ribu tujuh ratus dua puluh rupiah).  

 Demikian Berita Acara Tegoran ( SOMASI ) ini dibuat yang ditandatangani oleh Ketua / Hakim dan Para Pihak, dengan dibantu oleh Panitera / Wakil Panitera Pengadilan Negeri Karanganyar.

Panitera/Wakil Panitera, Ketua / Hakim tsb.

   
Termohon Somasi :

1. MARZUKI
  Pemohon Somasi/kuasa
2. RAKINEM
  PT. BPR. LAWU ARTHA
3. SUKINEM

LEMBAGA SOSIAL

LEMBAGA SOSIAL

A. Pengantar
Lembaga sosial dalam kehidupan sehari – hari biasanya adalah badan ilmiah, ikatan sarjana, berbagai bentuk organisasi yang mempunyai tujuan amal atau memelihara dan memperluas pengetahuan dsb. 
Namun dalam sosiologi, lembaga / social institution yaitu suatu kompleks atau sistem peraturan – peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai – nilai yang penting. Lembaga itu bertujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting.

B. Pengertian “ lembaga” dan “asosiasi”
Dalam buku beberapa ahli atau pengarang dapat dijumpai berbagai definisi tentang lembaga sosial,di antaranya:
-Hertzler di dalam bukanya “social institution”
-Broom dan selznick
  Mereka tidak memberikan sebuah definisi tentang institution,melainkan 
 hanya proses terjadinya sebuah instiution(lembaga) yang dinamakan “Instutionalization atau institusionalisasi adalah”perkembangan susunan- susunan yang tertib,tabi,mengintegrasikan dari aksi-aksi yang tidak stabil, berpola tidak tertentu.jadi walaupun tidak terikat secara eksplisit,namun mereka terikat secara implisit.
 -Ogburn dan nimkoff
Mereka berpendapat yang pada hakekatnya sama dengan Broom dan selznick,mereka berpendapat baha tiad garis perpisahan yang jelas di antara lembaga dan asosialisasi,kecuali bahwa pada umumnya lembaga-lembaga bersifat lebih penting.
-Acuff,allen dan taylor
Mereka berpendapat berkebalikan dengan kedua tokoh diatas,mereka mengatakan dengan jelas dan tegas”bahwa lembaga-lembaga merupakan norma-norma yang berintegrasi disekitar suatu fungsi masyarakat yang penting” 





  Dari berbagai pendapat ahli diatas dapat kita simpulkan lembaga adalah suatu kelompok,nilai-nilai,norma-norma,peraturan-peraturandan peranan-peranan sosial.jadi
lembaga ada seginya yang kulturil yang berupa norma-norma dan nilai-nilai yang ada segi kulturilnya yang berupa bebagai peranan sosial.Kedua segi itu berantar hubungan erat satu dengan yang lainnya.
  Dengan adanya asosiasi yang dimaksudkan organisasi-organisasi sosial dengan tujuan-tujuan spesifik, dalam masyarakat modern seperti sekarang ini banyak sekali mengenal kelompok-kelompok yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu.Dengan demikian asosiasi dihubungkan dengan adanya banyak dan berbagai publik-publik dalam masyarakat modern yang berbelit-belit.
Bahwa sahnya bentuk-bentuk organisasi yang lebih universal yang didasarkan pada lembaga-lembaga diberikan sama sebagai lembaga-lembaga itu,misalnya keluarga dan negara.Hal ini tidak menyesatkan asalkan kita tidak yakin dan tidak melupakan perbedaan secara teoritis, ialah sebagai komplek-komplek peraturan dan rol-rol sosial secara abstrak dan pada umumya sebagai bentuk-bentuk organisasi yang didasarka pada lembaga-lembaga itu secara konkret dan pada khususnya. 
   

C. Institusionalisasi, de-institusionalisasi dan re-institusionalisasi
Proses perkembangan lembaga – lembaga dinamakan “ institusionalisasi “ dan proses ini meliputi sesuai apa yang dikatakan diatas lahirnya peraturan – peraturan dan anggapan – anggapan umum yang mengatur antar – hubungan dan antar- aksi, yaitu suatu proses strukturasi antar hubungan melalui inkulturasi konsep – konsep kebudayaan baru, ialah misalnya nilai – nilai dan norma – norma baru.
Fungsi institusionalissasi dan lahirnya lembaga – lembaga adalah terutama untuk integrasi dan stabilisasi. Srbagaimana dikatakan olrh von wiese dan becker : “ bahwa formalisi dan persepsi ( penyalahgunaan ) selalu ada. Suatu kelaziman hidup yang lemas bisa menjadi kakudan beku sesudah institusionalisasinya ( sesudah menjadi lembaga yang tertera )dsb.




Pada umumnya, dapatlah dinyatakan bahwa institusionalisasi terjadi apabila sekelompok manusia dengan antar hubungan cukup luas dan erat menghadapi pekerjaan untuk mengkoordinasikan aktifitas-aktifitas guna mencapai tujuan-tujuan tertentu ataupun mengatasi kesulitan-kesulitan bersama. Apabila tadi dikatakan bahwa institusionalisasi adalah stabilisasi, maka telah ditekankan pula beberapa kali terlebih dahulu bahwa stabil tidak sama artinya dengan statis. Sebaliknya, stabilitas dalam bidang sosial selalu bersifat kurang atau lebih dinamis.
Demikianlah “institusionalisasi” merupakan suatu proses yang meliputi pula “de-institusionalisasi” dan “re-institusionalisasi”. Lembaga-lembaga lama runtuh dan diganti dengan lembaga-lembaga baru ataupun symbol-simnol lahirnya dipertahankan dan diteruskan terapi dengan isi baru. Pembentukan undang-undang merupakan sebagian dari proses institusionalisasi,de-institusionalisasi dan re-institusionalisasi.

D. Lembaga-lembaga dan kebutuhan-kebutuhan manusia yang terpenting.
 Dalam kehidupan manusia terdapat 4 kebutuhan terpenting.Kebutuhan tersebut antara lain yaitu:
1. Kebutuhan pertama : Kebutuhan mencari rezeki
Dengan sendirinya corak lembaga ekonomis berubah sesuai dengan berubahnya cara produksi yaitu berubah sesuai dengan berubahnya cara mencari rezeki. Pada tingkatan permulaan, kita melihat manusia sebagai makhluk yang mencari makanan dengan jalan mencari tumbuhan yang dapat dimakan (food-gathering). Setelah itu berkembanglah kepandaian memburu binatang, menangkap ikan, beternak kemudian munculah pertanian dengan menggunakan bajak. Selanjutnya diikuti bertambahnya produksi bahan makanan, memajukan pertukangan, pertambangan dan perdagangan sebagai beberapa mata pencaharian. Akhirnya lahir industri raksasa dengan mekanisasi, yang pada saat ini sedang membuat revolusi pertanioan pula. Namun dalam perkembangan yang terus menerus ini diperlukan berbagai organisasi dan peraturan yang berubah secara terus menerus pula.




2. Kebutuhan kedua : Kebutuhan sexual
Freud menegaskan pentingnya faktor ini di lapangan jiwa-tidak-sadar, dan pada saat itu ajarannya menimbulkan banyak sekali protes. Di lapangan faktor sexual ini, kita jumpai keluarga sebagai lembaga yang terpenting. Selain itu ada pula lembaga mengenai peranan kedua jenis kelamin diberbagai kalangan masyarakat.
3. Kebutuhan ketiga : Kebutuhan agama 
Manusia dalam hidupnya memerlukan pula santapan rohani untuk memenuhi hasrat untuk melayani intisari rahasia hidupnya. Hasrat ini tidak dapat dipenuhi dengan pengetahuan ilmiah, dan manusia mencari inspirasinya dalam sumber ghaib.
4. Kebutuhan keempat : Kebutuhan pemerintah
Kebutuhan lain yang amat penting ialah utuk mengatur, menjaga, melindungi dan memajukan kesejahteraan dan ketertiban kehidupan. Yaitu kebutuhanuntuk diadakannya suatu pemerintahan / kebutuhan pemerintah. Dalam proses perkembangan negara, peranan penting dipegang oleh fungsi melakukan perang dan menaklukan pihak yang kalah.
 Keempat jenis lembaga yang disebut diatas tadi terdapat dalam tiap-tiap kebudayaan. Semua kebudayaan mengenal keluarga, mengenal suatu jenis kepercayaan tertentu kepad tuhan, memerlukan organisasi ekonomi dan membutuhkan suatu pemerintahan. 


E. Beberapa unsur lembaga
 Persamaan diantara berbagai lembaga tersebut karena fungsinya yang agak sama yaitu mengkonsolidasikan dan menstabilisasikan. Untuk melaksanakan fungsi ini dipergunakan teknik-teknik yag agak sama. Teknik-teknik tersebut antara lain:





1. Tiap-tiap lembaga mempunyai lambing-lambangnya. Negara mempunyai bendera, Agama mempunyai lambing bulan sabit berbintang, salib, swastika dan sebagainya. Selain itu gedung-gedung sering menjadi semacam lambing pula, seperti Gedung Putih di Washington, Kremlin di Mokswa Downing street di London, dan lain-lain.

2. Lembaga-lembaga kebanyakan mengenal pula upacara-upacara dank ode-kode kelakuan formil, berupa sumpah-sumpah, ikrar-ikrar, penbacaan kewajiban-kewajiban dan sebagainya. Maksud dari kode-kode formil dan upacara-upacara demikian itu adalah untuk menginsafkan peranan-peranan sosial yang dibebankan oleh lembaga-lembaga itu kepada para anggota masyarakat. Kode formil tersebut hanya merupakan suatu pedoman bagi segenap tindak-tanduk yang diperlukan dalam berbagai situasi untuk menjalankan suatu peranan sosial sebagaimana dikehendakinya oleh suatu lembaga.
3. Tiap-tiap lembaga mengenal pula pelbagai nilai-nilai beserta rasionalisasi-rasionalisasi atau sublimasi-sublimasi yang membenarkan atau mengagungkan peranan-peranan sosial yang dikehendaki oleh lembaga-lembaga itu.


F. Asosiasi
 Asosiasi dimaksudkan sebagai bentuk organisasi dengan tujuan-tujuan spesifik. Asosiasi-asosiasi didirikan oleh publik-publik tertentu, yakni oleh orang-orang yang mempunyai minat, tujuan, kepentingan atau kegemaran yang sama. Fungsinya adalah untuk memuaskan minat, memelihara kepentingan, menikmati kegemaran dan sebagainya.
Contoh dan jenis asosiasinya :




1. Persahabatan : Club, kelompok sahabat dan sebagainya.
2. Ekonomis : Perseroan, firma, perkumpulan pengusaha dan sebagainya.
3. Teknologi dan ilmu pengetahuan : Badan ilmiah, ikatan sarjana dan srbagainya.
4. Agama : Mashab, jemaah, perkumpulan penyebaran agama dan sebagainya.
5. Kesenian : Orkes, rombongan penari dan sebagainya.
6. Pendidikan : Sekolah, Universitas, ikatan pelajar dan sebagainya.
7. Olahraga : Berbagai perkumpulan olahgara
8. Politik : Partai politik, perkumpulan gerakan politik dan sebagainya.
9. Kesenangan : Perkumpulan pemain kartu, penggemar perangko, club dansa dan sebagainya.
10. Amal : Perkumpulan penyokong orng fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya.
Dalam perkembangan kebudayaan modern, yang makin lama makin berbelit-belit jumlah asosiasi ikut bertambah terus menerus. Asosiasi-asosiasi sering ada hubungan dengan status atau lapisan sosial tertentu. Misalnya, terdapat berbagai perkumpulan yang bertujuan menyelenggarakan suatu kesenangan tertentu dan yang bersifat eksklusif tinggi dan orang-orang kaya. Dibanding dengan keadaan di dusun, maka di kota ada lebih banyak asosiasi. Hal ini disebabkan karena orang yang jumlahnya banyak di kota itu memberi kemungkinan dilahirkannya bermacam-macam perkumpulan yang spesialistis.
Definisi-definisi lembaga sosial dari berbagai tokoh
1. Koentjaranigrat, Pranata Sosial
Suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktifitas-aktifitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
2. Horton dan Hunt, Institusi
Suatu sistem hunungan sosial yang terorganisasi, yang memperlihatkan nilai-nilai dan prosedur-prosedur bersama, dan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu dari masyarakat.



3. Robert Biersted, Institusi
Cara yang terorganisir untuk mengerjakan sesuatu.
4. Peter L Berger, Institusi Sosial
Pola yang sudah pasti mengenai tingkah laku manusia ( predefined pattern of conduct )
5. Leopold Von Wrese dan Howard Becker, Lembaga Kemasyarakatan
Sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.

6. Summer, Lembaga Kemasyarakatan
Sebagai perbuatan cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kamis, 23 April 2009

makalah hukum peradilan agama ( HAPA )

BAB I
PENDAHULUAN

Pengadilan Agama merupakan kerangka sistim dan tata hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 14/1970 diperlukan adanya perombakan yang bersifat mendasar terhadap segala perundang-undangan yang mengatur Badan Peradilan Agama tersebut.
Berlakunya UU No. 7/1989, secara konstitusional Pengadilan Agama merupakan salah satu Badan Peradilan yang disebut dalam pasal 24 UUD 1945. Kedudukan dan kewenangannya adalah sebagai Peradilan Negara dan sama derajatnya dengan Peradilan lainnya, mengenai fungsi Peradilan Agama dibina dan diawasi oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, sedangkan menurut pasal 11 (1) UU No. 14/1970 mengenai Organisasi, Administrasi dan Finansiil dibawah kekuasaan masing-masing Departemen yang bersangkutan.
Suasana dan peran Pengadilan Agama pada masa ini tidaklah berbeda dengan masa kemerdekaan atau sebelumnya karena Yurisdiknya tetap kabur baik dibidang perkawinan maupun dibidang waris. Hukum Acara yang berlaku tidaklah menentu masih beraneka ragam dalam bentuk peraturan perundang-undangan bahkan juga hukum acara dalam hukum tidak tertulis yaitu hukum formal Islam yang belum diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Pada tahun 1989 lahirlah UU No.7 tahun 1989 yang diberlakukannya tanggal 29 Desember 1989, kelahiran undang-undang tersebut tidaklah mudah sebagaimana yang diharapkan akan tetapi penuh perjuangan dan tantangan dengan lahirnya UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagi tonggak monumen sejarah Pengadilan Agama terhitung tanggal 29 Desember 1989 tersebut.
Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mempertegas kedudukan dan kekuasaan Peradilan Agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UU No.14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman juga memurnikan fungsi dan susunan organisasinya agar dapat mencapai tingkat sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang sebenarnya tidaklah lumpuh dan semu sebagaimana masa sebelumnya. Disamping itu lahirnya UU tersebut menciptakan kesatuan hukum Peradilan Agama dan tidak lagi berbeda-beda kewenangan dimasing-masing daerah di lingkungan Peradilan Agama. Peradilan Agama baik di Jawa-Madura maupun diluar Jawa-Madura adalah sama kedudukan dan kewenangan baik hukum formil maupun materiilnya. Dengan demikian Peradilan Agama telah sama kedudukannya dengan Peradilan lainnya sebagaimana dalam pasal 10 (1) UU No.14 tahun 1970.
  














BAB II
ISI

  Tugas pengadilan agama bukan sekedar memutus perkara melainkan menyelesaikan sengketa sehingga terwujud pulihnya kedamaian antara pihak-pihak yang bersengketa, tercipta adanya rassa keadilan pada masing-masing pihak yang berperkara, dan terwujud pula tegaknya hukum dan kebenaran pada perkara yang diperiksa dan diputus tersebut.
Sebagai Peradilan yang Court of Law mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. Hukum Acara dan Minutasi dilaksanakan dengan baik dan benar.
2. Tertib dalam melaksanakan administrasi perkara.
3. Putusan dilaksanakan sendiri oleh Peradilan yang memutus.
4. Dengan berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Sesuai dengan pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 adalah : Pengadilan Agama bertugan dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang : 
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat 
d. Hibah 
e. Wakaf
f. Zakat 
g. Infaq
h. Shodaqoh
i. Ekonomi Syariah

Salah satu kewenangan Pengadilan Agama adalah menyelesaikan sengketa ekonomi Syari’ah. Berdasarkan Pasal 49 UU No.3 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa : “ pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam.”
Berdasarkan ketentuan pasal 49 tersebut Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sodaqah, dan ekonomi syari’ah. Oleh sebab itu, terhituing mulai tanggal 20 Maret 2006 penyelesaian perkara ekonomi syariah menjadi kewenangan absolute Pengadilan Agama.
  Dengan berpegang pada asas-asas proses penyelesaian perkara yang baik (A2 P3 B), hakim memeriksa perkara dengan perpedoman pada hukum acara perdata yang ada dengan sedikit penyesuaian dengan karakteristik sengketa ekonomi syari`ah. Proses peradilannya dilakukan sesuai tata cara dalam hukum acara perdata yang berlaku pada pengadialan agama.
Proses penyelesaian perkara ekonomi syari`ah dilakukan hakim dengan tata cara urutan sebagai berikut:
1. Hakim memeriksa apakah syarat administrasi perkara telah tercukupi atau belum. Administrasi perkara ini meliputi berkas perkara yang di dalamnya telah ada panjar biaya perkara, nomor perkara, penetapan majelis hakim, dan penunjukan panitera siding. Apabila syarat tersebut belum lengkap maka berkas dikembalikan ke kepaniteraan untuk dilengkapi, apabila sudah lengkap maka hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan kepada juru sita agar para pihak dipanggil untuk hadir dalam sidang yang waktunya telah ditetapkan oleh hakim dalam surat Penetapan Hari Sidang (PHS).
2. Hakim memeriksa syarat formil perkara yang meliputi kompetensi and kecakapan penggugat, kompetensi Pengadilan Agama baik secara absolute maupun relative, ketepatan penggugat menentukan tergugat, surat gugatan tidak obscuur, perkara yang akan diperiksa belum pernah diputusoleh pengadilan dengan putusan yang sudah berkekuatan hokum tetap, tidak terlalu dini, tidak terlambat dan tidak dilarang oleh Undang undang untuk diperiksa dan diadili oleh Undang –undang. Apabila ternyata para pihak telahterikat dengan perjanjian arbitrase maka pengadilan agama tidak berwenang memeriksa dan mengadilinya ( pasal 3 UU No.30 Tahun 1999 ).
3. Apabila syarat formil telah dipenuhi maka hakim dapat melanjutkan pemeriksaan pokok perkara. Dalam sidang ini tugas utama hakim adalah mendamaikan kedua belah pihak sesuai dengan PERMA No.2 Tahun 2003 dan PERMA No.1 Tahun 2002. Apabila tercapai perdamaian maka dibuat akta perdamaian, bila tidak dilanjutkan ke tahap berikutnya.
4. Hakim melakukan konstatiring terhadap dalil dalil gugat dan bantahannya melalui tahap-tahap pembacaan surat gugatan, jawaban tergugat, replik, duplik dan pembuktian.
5. Hakim melakukan kualifisiring melalui kesimpulan para pihak dan musyawarah hakim.
6. Hakim melakukan konstituiring yang dituangkan dalam surat putusan.

KENDALA-KENDALA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI`AH MELALUI PENGADILAN AGAMA
 Dalam rangka member pelayanan terbaik kepada masyarakat harus dapat menyelesaikan kendala-kendala yang terjadi dalam Praktik peradilan penyelesaian sengketa ekonomi syari`ah, antara lain:
1. Belum adanya perangkat hokum yang memadai sebagai acuan dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari`ah dalan pengadilan agama.
2. Penerapan asas siding terbuka untuk umum dalam penyelesaian sengketa.
3. Penerapan hokum materiil dan hokum acara yang terlalu formal dan kaku.
4. Tidak adanya komunikasi timbal balik yang harmonis dan fleksibel antara hakim dengan para pihak dan diantara para pihak tidak adanya sistem negosiasi dan konsiliasi dalam proses penyelesaian sengketa.
5. Sikap, pandangan dan pendapat para advokat yang mendampingi kliennya belum tentu sejalan dengan sikap,pandangan dan pendapat pengadilan agama dalam pembaharuan paradigma peradilan yang modern, mandiri dan professional.

BAB III
PENUTUP

Sebelum diundangkannya UU no 3 tahun 2006 memang belum pernah ada peraturan perundang – undangan yang secara khusus melimpahkan kewenangan kepada pengadilan tertentu untuk memeriksa dan mengadili perkara ekonomi syari’ah. Namun demikian, meskipun pengadilan agama telah diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah ternyata hal tersebut tidak diikuti pula dengan perangkat hukum yang mengaturnya lebih lanjut baik perangkat hukum materiil maupun perangkat hukum formil. Oleh sebab itu, dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan supaya pengadilan agama dapat segera melakukan tugas – tugas barunya maka harus dilakukan terobosan hukum guna memenuhi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.
Seiring dengan telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tenang Peradilan Agama pada tanggal 20 Maret 2006 ada perubahan solusif tentang penetapan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama . Secara prinsip yuridis Pengadilan Agama mempunyai kewenangan untuk menangani perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam.

gugatan perceraian

Contoh Gugatan Perceraian
September 24, 2007 • & Komentar


 

Kepada Yth:

 

Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri/Agama Jakarta Selatan

 

Di

 

Tempat

 

Dengan hormat

 

Bersama ini, saya Anggraeini, agama Islam, umur 30 tahun, pekerjaan swasta, beralamat di Jl. ABC No 39 Petukangan, Jakarta Selatan, selanjutnya akan disebut sebagai PENGGUGAT

 

Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan perceraian terhadap

 

Ali Mukti, agama Islam, umur 35 tahun, pekerjaan swasta, berlamat di Jl. Mukti Timur No 13, Pesanggarahan Jakarta Barat, yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai TERGUGAT

 

Adapun yang menjadi dasar-dasar dan alas an diajukannya gugatan perceraian adalah sebagai berikut:

Pada 5 Januari 2005, Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan dan tercatat di Kantor Urusan Agama Petukangan Jakarta Selatan dengan Akta Perkawinan dengan nomor ______tertanggal_________
Selama melangsungkan perkawinan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 orang anak yaitu: Nugroho Mukti, laki-laki, lahir di Jakarta Selatan, tanggal_______dengan Akta Kelahiran No_____tertanggal_____ dan Sari Mukti, perempuan, lahir di Jakarta Selatan, tanggal_____dengan Akta Kelahiran No_______tertanggal_____
Sejak awal perkawinan berlangsung, Tergugat telah memiliki kebiasaan dan sifat yang baru diketahui oleh Penggugat saat perkawinan berlangsung yaitu mabuk, kasar, sering memukul serta selalu pulang larut tanpa alasan yang jelas
Meski Tergugat bekerja, namun sebagian besar penghasilannya dipergunakan tidak untuk kepentingan dan nafkah anak dan istrinya
Apabila Penggugat memberikan nasehat, Tergugat bukannya tersadar serta mengubah kebiasaan buruknya namun melakukan pemukulan terhadap Penggugat di depan anak-anak Penggugat/Tergugat yang masih kecil-kecil
Kebiasaan kasar Tergugat makin menjadi setelah kelahiran anak kedua dari Penggugat/Tergugat
Tergugat juga tidak pernah mendengarkan dan membicarakan masalah ini secara baik dengan Penggugat yang akhirnya mendorong Penggugat untuk membicarakan masalah ini dengan keluarga Tergugat untuk penyelesaian terbaik dan pihak keluarga Tergugat selalu menasehati yang nampaknya tidak pernah berhasil dan Tergugat tetap tidak mau berubah
Sikap dari Tergugat tersebut yang menjadikan Penggugat tidak ingin lagi untuk melanjutkan perkawinan dengan Tergugat
Lembaga perkawinan yang sebenarnya adalah tempat bagi Penggugat dan Tergugat saling menghargai, menyayangi, dan saling membantu serta mendidik satu sama lain tidak lagi didapatkan oleh Penggugat. Rumah tangga yang dibina selama ini juga tidak akan menanamkan budi pekerti yang baik bagi anak-anak Penggugat/Tergugat.

Berdasarkan uraian diatas, Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memutuskan

Menerima gugatan penggugat
Mengabulkan gugatan penggugat untuk keseluruhan
Menyatakan putusnya ikatan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dalam Akta Perkawinan No____yang tercatat di Kantor Urusan Agama Petukangan Jakarta Selatan
Menyatakan hak asuh dan pemeliharaan anak berada dalam kekuasaan penggugat
Menghukum Tergugat untuk memberikan uang iddah, nafkah anak sebesar Rp. 3.000.000,00 / bulan
Membebankan seluruh biaya perkara kepada Tergugat.

Apabila Majelis Hakim berkehendak lain, Penggugat mohon putusan yang seadil-adilnya

 

Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih

 

 

 

Jakarta,______

 

Hormat Penggugat

 

 

 

 

 

Anggraeini