Minggu, 26 April 2009

Pengungsi Rohingya

Thailand Setuju Usul RI soal Pengungsi Rohingya
Selasa, 10 Februari 2009 | 05:09 WIB (kompas.com)
JAKARTA, RABU — Thailand menyatakan setuju terhadap usulan Indonesia untuk menjalankan mekanisme `Bali Process`—forum pertemuan tingkat menteri membahas manusia perahu dan perdagangan manusia—dalam menyelesaikan masalah gelombang manusia perahu Rohingya.Sementara itu, Thailand juga berjanji akan segera mengungkapkan secara terbuka hasil investigasi tentang laporan-laporan penyiksaan oleh pihak berwenang Thailand terhadap pengungsi Rohingya.
Kesepakatan tersebut terungkap dalam pertemuan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya dan Menlu Hassan Wirajuda di Gedung Pancasila-Deplu, Jakarta, Rabu (11/2)."Kita akan melakukan kembali Bali Process. Jadi, kita akan bekerja sama dalam konteks tersebut, yaitu antara negara-negara terkait dan organisasi-organisasi internasional seperti UNHCR," kata Menlu Kasit kepada pers seusai pertemuan tersebut.
Di tempat yang sama, Menlu Hassan Wirajuda menambahkan bahwa Thailand dan Indonesia akan menyelesaikan masalah manusia perahu asal etnis Rohingya dengan melibatkan negara asal, negara transit, dan negara tujuan melalui Bali Process. "Kita sedang mencocokkan jadwal waktunya, tetapi melalui Bali Process ini kita harapkan kita dapat solusi yang baik bagi situasi kehadiran manusia perahu dari Rohingya," kata Hassan. Sementara itu, ketika diminta komentarnya soal laporan-laporan yang menyebutkan bahwa tentara Thailand melakukan penyiksaan terhadap warga Rohingya, Menlu Kasit mengatakan, pihaknya masih mencari kebenaran laporan tersebut. "Hal ini masih kita selidiki. Tapi sejauh ini, Angkatan Laut Thailand menjamin bahwa tidak ada perlakuan seperti itu (kekerasan) yang terjadi," ujarnya. Ia menyatakan, investigasi tentang kemungkinan terjadinya kekerasan tersebut sedang dilakukan oleh dua pihak, yaitu Pemerintah Thailand dan komisi hak asasi manusia Thailand. "Kami akan mengetahui hal yang sebenarnya sesegera mungkin," kata Kasit. Indonesia dan Thailand adalah negara-negara yang terkena imbas gelombang manusia perahu Rohingya, etnis minoritas Muslim di Myanmar, yang meninggalkan Myanmar dan Bangladesh beberapa minggu belakangan ini.
Baik Indonesia maupun Thailand tidak mengakui para manusia perahu tersebut sebagai pencari suaka politik karena, menurut kesimpulan mereka, keberangkatan para manusia perahu Rohingya dari negara asal lebih bermotifkan aspek ekonomi. Karena itu, Indonesia dan Thailand masing-masing akan memulangkan para manusia perahu Rohingya ke tempat asal mereka. Indonesia saat ini telah menampung 391 manusia perahu Rohingya yang tiba di perairan Sumatera melalui dua gelombang, yaitu pada 7 Januari 2009 (193 orang, ditampung sementara di Pulau Weh, Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam) dan 3 Februari 2009 (198 orang, ditampung sementara di Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur, NAD). Thailand, sementara itu, dilaporkan oleh banyak media internasional telah melakukan penyiksaan terhadap para manusia perahu Rohingya yang berniat mengungsi ke Thailand. Laporan penyiksaan itu juga diungkapkan oleh sejumlah pengungsi Rohingya yang akhirnya tiba di Indonesia. Mereka mengatakan diperlakukan sewenang-wenang oleh tentara Thailand, termasuk dipukuli dan perahu mereka yang mulai menepi ke tanah Thailand didorong ke laut oleh pihak berwenang. Melalui Hassan Wirajuda pada Jumat lalu, Indonesia meminta negara-negara terkait untuk "menghentikan atau mengurangi alasan yang menyebabkan terjadinya arus pengungsi ke negara lain".
"RI meminta negara asal menghentikan arus manusia perahu dan mengurangi alasan agar pengungsi pergi ke negara lain. Juga menghentikan pelanggaran HAM dan perlakuan buruk atas minoritas dan menghentikan penganiayaan fisik dan menghentikan mendorong mereka ke laut," kata Hassan pekan lalu.
Menlu Kasit Piromya menyiratkan bahwa tidak tertutup kemungkinan masalah manusia perahu akan dibahas pada konferensi tingkat tinggi ASEAN yang akan dilangsungkan di Hua Hin, Thailand, pada akhir Februari mendatang.
"Mungkin di sela-sela (KTT). Tapi saya rasa, karena kita punya Bali Process, kita akan membahasnya secara formal di Bali Process. Mudah-mudahan pertemuan itu (Bali Process) akan segera dilangsungkan, mungkin akhir Maret atau pada bulan April," kata Kasit. Selain membahas masalah manusia perahu Rohingya, menurut Menlu Kasit, dirinya dan Menlu Hassan juga membahas berbagai isu bilateral serta kerja sama dalam pembentukan masyarakat ASEAN.




BANDA ACEH, SENIN - Pemerintah pusat diminta memerhatikan keterbatasan pendanaan yang dimiliki pemerintah daerah dalam menangani ratusan orang Rohingya asal Myanmar dan Banglades. Opsi yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri RI untuk memberikan status pengungsi kepada ratusan pengungsi asal dua negara tersebut tentunya akan berdampak kepada kemampuan pendanaan pemerintah daerah.
 Wali Kota Sabang Munawar Liza Zein dan Asisten III Bidang Kesejahteraan Sosial Pemerintah Kabupaten Aceh Timur Abdul Munir ketika dihubungi secara terpisah dari Banda Aceh, Senin (9/2), mengakui, sejauh ini belum ada pembicaraan soal bantuan dana dari pemerintah pusat. ”Sekarang semua pendanaan berasal dari pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat, terutama berasal dari luar negeri,” kata Munawar Liza.
Dia mengatakan, meski sudah hampir satu bulan orang-orang Rohingya berada di Sabang, belum ada sinyalemen positif dari pemerintah pusat tentang pendanaan.
Menurut Munawar Liza, konsekuensi dari adanya pemberian status pengungsi membuat waktu tinggal mereka lebih lama. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan hidup bagi para pengungsi akan lebih lama dan banyak, termasuk kebutuhan orang-orang yang mengurusi pengungsi. Dia mengaku saat ini sudah mulai kesulitan mendanai pembelian berbagai bahan makanan bagi orang-orang Rohingya. Untungnya, beberapa lembaga kemanusiaan mau membantu menangani masalah itu. Tidak adanya pembicaraan mengenai pendanaan juga diakui oleh Abdul Munir. Camat Idi Rayeuk Irfan Kamal mengatakan, setidaknya dalam satu hari dapur umum posko penampungan sementara membutuhkan 200 kilogram beras, puluhan kilogram ikan, dan buah-buahan untuk ratusan orang Rohingya dan pengurus posko. Selain itu, kebutuhan sandang sebagian besar berasal dari sumbangan masyarakat yang tinggal di sekitar posko penampungan sementara. 








Jumat, 6 Februari 2009 | 02:08 WIB
JAKARTA, JUMAT - Pemerintah Indonesia perlu menyelidiki apakah suku minoritas Rohingya asal Myanmar yang terdampar di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam baru-baru ini, merupakan pengungsi murni. Ada kemungkinan mereka sekadar orang-orang yang ingin menjadikan Indonesia sebagai batu loncatan menuju Australia untuk mencari pekerjaan Demikian dikatakan oleh tokoh pers Indonesia Abdulah Alamudi, yang juga mantan wartawan BBC di London di sela-sela Australian Alumni Award 2009 di Kediaman Duta Besar Australia untuk Indonesia Bill Farmer, Jakarta, Kamis (5/2) malam. "Ada sejumlah orang di Indonesia, yang karena pertimbangan uang, bersedia menyeberangkan mereka ke Australia. Biasanya, mereka melakukan itu karena tidak mengerti hukum," ujarnya. Abdulah melanjutkan, jika nanti ratusan pengungsi ilegal tersebut harus dipulangkan ke negara asalnya, pihak yang melakukan hal tersebut adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bukan pemerintah Indonesia. Sebelumnya, Amnesti Internasional melaporkan, suku minoritas tersebut terus-menerus didera penderitaan dan hak asasi mereka dicabut oleh junta militer yang mulai bercokol di Myanmar sejak tahun 1978. Sejak itu, tak kurang dari 200.000 orang Rohingya telah mengungsi ke Banglades. Bahkan junta militer menyatakan bahwa suku Rohingya bukan termasuk salah satu dari 100 ras nasional yang menyatu menjadi Uni Myanmar. Padahal, mereka telah berada di wilayah Myanmar sejak abad ke-7.












Analisa
Muslim Rohingya mengungsi ke Indonesia dengan kapal setelah mereka disiksa dan diusir tentara Thailand tanpa motor, tanpa layar, dan tanpa bekal. Mereka mengaku mengungsi karena dipaksa menjadi penganut Buddha, jika tidak jari mereka akan dipotong oleh rezim militer Myanmar.
Negara-negara ASEAN diharapkan tidak mengusir orang Rohingya yang berasal dari Myanmar dan mengembalikannya ke negara asal mereka, sebab apabila mereka kembali ke Myanmar, orang-orang ini akan kembali mendapat perlakuan yang kejam dari rezim pemerintah militer Myanmar
. Saat ini, sekitar 300 orang Rohingya yang terdampar di Indonesia dan mereka ditampung di Aceh memerlukan sejumlah bantuan seperti obat-obatan, makanan, dan pakaian. Mereka membutuhkan uluran bantuan, 
Pemerintah Indonesia diharapkan tak membiarkan mereka terkatung-katung nasibnya apalagi Indonesia pernah berhasil dalam menangani pengungsi Vietnam,. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

apakah blog ini berguna?